RETAKNYA PERSATUAN DALAM GERAKAN PERJUANGAN PELUANG POLITIK KOLONIALISME PENDUDUKAN KOLONIALISME EKSPLOITASI DI PAPUA
Persatuan Siap Menerima Perbedaan Dan Konsiten Menjaga Keputuan Kolektif Demi Merawat Persatuan. Karena dalam persatuan ada perbedaan yang mampu dikelola untuk mencapai tujuan bersama.
Kondisi papua saat ini akibat pejuang sendiri dengan egoisme dan ambusius menghancurkan persatuan memberikan peluang kepada musuh untuk memperluas politik kekuasan dan politik ekploitasi di Papua.
Dimana kolonial indonesia memainkan politik adu domba dan politik bela banbu dalam organisasi perjuangan maupun terhadap orang Papua secara manfaatkan perpecahan dalam perjuangan terutama dalam persatuan ULMWP .
Invasi Militer Indonesia mencaplok papua menjadi bagian dari wilayah koloninya indonesia bermotif Ekonomi dan politik kekuasaan, invasi militer pencaplokan wilayah papua barat setelah sejak 19 desember 1961 setelah deklarasi Trikora oleh presiden republik indonesia Ir Soekarno.
Tiga poin: (1) Bubarkan negara boneka buatan Belanda, (2) Segera kibarkan Sang merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia; (3) segera mobilisasi umum merebut Irian Barat, pernyataan ini diperkuat dengan pernyataan Jenderal Ali Murtopo mengatakan , kami merebut irian barat bukan karena kami menginginkan Mas-mas Papua tetapi kami menginginkan emas Papua, jika orang Papua ingin merdeka minta kepada allah mereka supaya Tuhan memberikan planet baru di benua afrika atau di pulau pasifik untuk mendirikan negara .
Deklarasi trikora dan pernyataan Ali murtopo ini menjadi awal Invasi dan operasi militer Indonesia hanya bertujuan ingin menguasai wilayah Papua untuk kepentingan Ekonomi. Perjanjian new york Agreement 15 Agustus 1962, perjanjian Roma 30 september 1962, Aneksasi 1 Mei 1963, kontrak karya PT.Freeport 7 April 1967 dan Pepera 1969 penuh rekayasa, cacat hukum dan moral hanya bermotif Ekonomi oligarki kapitalis dan Imperialis Global.
Dalam proses perjanjian internasional dilakukan sepihak tersebut tidak melibatkan orang Papua dengan sentimen subjektif bahwa orang papua masih terbelakang dan primitif pada hal pada tahun tanggal 5 april 1961 bangsa papua generasi pertama sudah membentuk lembaga politik sendiri dan memiliki partai-partai politik sebagai simbol atau alat perjuangan menuntut hak politik sehingga mereka anggota Dewan New Guinea Raad harus dilibatkan dalam perjanjian internasional tersebut sebagai subjek, namun hal itu tidak dilakukan karena persekongkolan amerika serikat Indonesia Belanda dan PBB.
Berdasarkan perjanjian-perjanjian penuh rekayasa tersebut Indonesia dengan ambisi ekonomi menguasai Papua terus melancarkan politik kekuasaan dengan topeng pembangunan dan kesejahteraan dengan dijadikan orang Papua sebagai objek. Kekerasan dan operasi militer secara masif terus berjalan sejak aneksasi 1963 sampai dengan saat terus berlangsung di papua.
Pada tahun 2021 berakhirnya otonomi khusus Nomor 1 tahun 2001 organisasi gerakan perlawanan dalam negeri melakukan konsolidasi dan mendorong Petisi Rakyat Papua PRP menolak perpanjangan otonomi khusus jilid II dan segera melakukan referendum di Papua sebagai solusi alternatif. 122 organisasi dalam PRP didalamnya 17 organisasi gerakan mempelopori isu tolak otonomi khusus jilid II dan berikan hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua.
Ketiga PRP mendorong konsolidasi melalui PRP menjadi satu kekuatan yang mengancam eksistensi NKRI di Papua dan PRP ancaman serius bagi jakarta sehingga kolonial melalui Tim Nemangkawi melakukan operasi yang disekap oleh Tim Cybber melakukan Penangkapan terhadap Jubir Internasional KNPB dan Jubir Internasional PRP Victor F Yeimo sebagai Pimpinan gerakan mendorong petisi rakyat Papua.
Penangkapan Victor Yeimo ini pola yang sama di tahun 2001 pemimpin politik bangsa Papua TheYs H Eluay menjadi tumbal agar jakarta memaksakan otonomi khusus Pertama, dimana Tokoh Politik Theys Eluay dibunuh, Tom Beanal dibungkam akhirnya eksistensi PDP sekaligus nasionalisme dihancurkan. Dalam kekosongan dan perpecahan orang Papua jakarta paksakan otonomi khusus nomor satu tahun 2001.
Hal yang sama jakarta ingin menghancurkan nasionalisme dan membungkam gerakan perlawanan rakyat Papua Victor F Yeimo dijadikan tumbal jalanya Otonomi khusus Jilid II dan dilanjutkan dengan rancangan Undang -undang pemekaran Provinsi Baru DOB dibahas di jakarta tanpa mempertimbangkan dan mendengar aspirasi rakyat Papua.
Sementara itu organisasi lain terutama yang berkabung dalam ULMWP ada yang mendukung isu tolak otonomi khusus sebagai Musuh yang harus ditolak, sementara yang lain tidak melihat isu tolak otonomi khusus jilid II ini tidak dijadikan sebagai musuh bersama sekaligus juga dijadikan strategi perlawanan dalam negeri dan menjadi peluruh diplomasi.
Kolonial indonesia melihat kelemahan dan perpecahan dalam internal perjuangan dalam negeri maupun luar negeri menjadi angin segar untuk paksakan otonomi khusus Jilid II dan pemekaran provinsi dan Kabupaten kota Daerah Otonomi Baru DOB dipaksakan karena internal Orang Papua baik dalam organisasi perjuangan , organisasi sektoral, paguyuban Orang Papua dalam birokrasi kolonial legislatif, Eksekutif dan yudikatif belum satu suara untuk menolak Otonomi khusus Jilid II.
Dalam perpecahan internal orang Papua jakarta sedang memainkan politik adu domba sesama orang papua melahirkan pro kontra terhadap otonomi khusus jilid II dan pemekaran Provinsi baru DOB.
Selain itu kolonial juga sedang memainkan politik Identitas, politik legitimasi dan juga propaganda melalui media yang sosial untuk melahirkan perpecahan sesama orang Papua, agar tidak satu suara menolak otonomi khusus jilid II saat ini, hal ini berdampak terjadinya politik adu domba serta konflik horizontal sesama orang Papua.
Rezim Jokowi JK pada periode pertama sudah mengatur stratak politik ekonomi, politik kekuasan atau Green desain investasi dan eksploitasi sumber daya alam di Papua pada tahun 2015. Dimana jokowi menurunkan TIM ekspedisi di Papua bertujuan untuk menginvestigasi sumber daya alam di Papua. Setelah hasil expedisi di bawah ke jakarta Jokowi mulai mencanangkan pembangunan infrastruktur di Papua untuk membuka akses bagi investasi asing di west Papua.
Setelah pembangunan infrastruktur di papua dibangun rezim Jokowi H MU'min mulai merancang undang undang cipta kerja (Omnibus Law ) yang yang ditolak oleh rakyat Indonesia sampai gugatan ke MK namun undang-undang Omnibus Law sebagai produk hukum Investasi dan eksploitasi tetap dipaksakan.
Jakarta merasa sudah berhasil membangun Infrastruktur untuk membuka akses bagi investor di bawah produk hukum yang disahkan oleh DPR RI yaitu Omnibus Low untuk investasi dan eksploitasi sumber daya alam di Papua namun hal tidak bisa direalisasikan karena bertentangan dengan undang-undang Otonomi Khusus Nomor 1 Tahun 2001. Karena dalam undang-undang otonomi khusus ada kewenangan pemerintah daerah provinsi Papua dan Papua Barat, DPRP, MRP papua maupun Papua Barat yang bertolak belakang dengan Undang-undang Omnibus Law.
Demi meloloskan Investasi di Papua berdasarkan undang-undang omnibus Law jakarta secara sepihak membahas perubahan Undang-undang Otonomi khusus Nomor 2 tahun 2021 untuk menghapus semua kewenangan pemerintah daerah kewenangan DPRP MRP yang bertolak belakang dengan undang undang omnibus Law masuknya investasi di Papua.
Untuk memudahkan atau membuka akses bagi investor sekaligus legalitas hukum di daerah jakarta menggunakan elit politik papua sebagai boneka untuk memberikan legitimasi realisasi pemekaran Provinsi DOB di Papua sekaligus sebagai pilar utama para kapital sekaligus oligarki imperialis di Papua.
Hal ini terlihat jelas saat ini rakyat Papua sejak bulan maret sampai bulan Mei rakyat Papua melakukan penolakan DOB dan tolak Otonomi khusus dipaksakan di Papua namun rezim Jokowi Maruf Tidak peduli dengan tuntutan rakyat Papua dan melancarkan politik adu domba dan politik legitimasi dengan mengangkat kepala-kepala suku palsu di jalan tidak memiliki legalitas hukum maupun legalitas politik dari rakyat Papua.
Hal ini sama dengan sejarah masa lalu orang Papua tidak pernah melibatkan orang Papua sebagai subyek dalam perjanjian perjanjian Internasional sampai dengan pelaksanaan pepera 1969 yang penuh dengan rekayasa cacat hukum dan moral karena rakyat Papua tidak dilibatkan dalam proses pengambil keputusan politik maupun hak demokrasi. Hari ini jakarta memaksakan otonomi khusus dan DOB 95 % rakyat papua menolak melalui Petisi rakyat Papua PRP.
Sekalipun rakyat Papua menolak Otonomi khusus Jilid II dan DOB namun elit Politik dalam birokrasi kolonial maupun internal Elit Dalam organisasi perjuangan belum satu suara untuk menolak kebijakan Jakarta di Papua.
Lebih khusus dalam internal Organisasi perjuangan Papua Merdeka belum juga Padukan perspektif bersama tentang tratak perjuangan dan juga belum adanya alat perjuangan yang demokratis sebagai simbol persatuan menuju Pembebasan Nasional Papua Barat Revolusi Demokratik).
Belum padunya tratak perjuangan dan persatuan dalam struktur yang demokratis menuju pembebasan nasional ini menjadi peluang bagi kolonial untuk memuluskan kepentingan investasi ekonomi , politik adu domba , politik legitimasi dan propaganda media sosial agar kita sibuk dengan masalah internal supaya pengusaha lebih leluasa menguasai sumber daya alam di West Papua.
Jadi persoalan saat ini adalah dalam internal organisasi gerakan perjuangan tidak pernah padukan tratak perjuangan persatuan yang demokratis dan konsistensi terhadap keputusan kolektif baik persatuan dalam struktur maupun bersatu Dalam agenda.
Dalam sejarah penindasan bangsa Papua sudah banyak proses persatuan dalam struktur maupun dalam agenda namun yang belum disatukan dalam mendorong proses persatuan adalah padukan perspektif bersama tentang tratak perjuangan dan konsistensi terhadap setiap keputusan serta satu kelemahan adalah tidak patuh terhadap organisasi dan aturan organisasi sebagai alat perjuangan. Akibatnya kita tidak solid mendukung proses perjuangan sambil menyerang musuh bersama.
Banyak sekali proses persatuan didorong baik dari generasi pertama tahun 60 an generasi kedua tahun tahun 1998-2001 dan generasi ketiga sekarang di abad ke 21 ini belum ada persatuan yang ril, persatuan sratak, persatuan agenda dan persatuan dalam struktur yang demokratis.
Misalnya Pada tahun 1998 indonesia memasuki era reformasi setelah lengsernya Presiden Soeharto runtuhnya zaman orde baru, generasi kedua Bangsa papua melalui Foreri mendorong Tim 100 ketemu Presiden Habi untuk meminta Presiden lepaskan Papua sebagai negara merdeka dan berdaulat. Presiden Habibie memberikan jawaban yang simpel yaitu pulang dan renungkan niat tersebut.
Setelah Tim 100 kembali ke tanah air Papua Barat melakukan konsolidasi dan membangkitkan nasionalisme bangsa Papua dan mendorong kongres rakyat papua dengan melahirkan tiga resolusi pertama: meluruskan sejarah, menyelesaikan pelanggaran HAM, mendorong dialog segi tiga atau dialog Internasional dan melahirkan kepemimpinan politik yaitu PDP.
Alat politik perjuangan alat politik yang dibangun rakyat menjadi ancaman serius bagi jakarta sehingga PDP dihancurkan dengan politik bangsa papua Theys H Eluay oleh kopassus. Setelah membunuh pemimpin bangsa Papua Jakarta memaksakan otonomi khusus untuk menjawab tuntutan rakyat papua malah merespon dengan tawaran otonomi khusus sebagai solusi alternatif dan menghancurkan alat politik PDP
Otonomi khusus nomor 1 tahun 2001 bagi jakarta sebagai solusi untuk menjawab tuntutan politik rakyat papua, malah jakarta memaksakan otonomi khusus yang disepakati derasnya secara sepihak otonomi tanpa mempertimbangkan dan mendengar tuntutan rakyat Papua yang dirumuskan dalam kongres rakyat papua yang ke II.
Jakarta memaksakan otonomi khusus bertujuan untuk menghancurkan nasionalisme orang papua politik adu domba, politik Identitas dan politik perpecahan melalui pemekaran kabupaten di berbagai daerah di papua. Akibatnya nasionalisme hancur tokoh-tokoh dalam PDP terserap masuk kerja dalam birokrasi kolonial mengakibatkan degradasi perjuangan rakyat Papua. Setelah perjuangan terdegradasi banyak organisasi perjuangan lahir, berjalan masing-masing.
Pada tahun 22 rakyat papua konsolidasi melahirkan Dewan Adat Papua (DAP) dan mendorong aksi Nasional Tolak otonomi khusus menurut pelurusan sejarah, mendorong penyelesaian pelanggaran HAM dan menuntut dialog Internasional berdasarkan hasil kongres II.
Setelah aksi nasional DAP pemuda mahasiswa melakukan konsolidasi pada tahun 2006 dan mendorong aksi nasional Tutup PT Freeport, yang dikoordinir oleh Front Pepera dan Parlemen jalanan atau parjal, dan seluruh komponen rakyat Papua ikut terlibat dalam aksi menuntut freeport Indonesia.
Gerakan yang dibangun kembali dipatahkan oleh kolonial puncaknya pada tanggal 16 maret 2006 dan sejumlah aktivis seperti Selpius Bobi ditangkap menjalani proses hukum dipenjara. Kemudian aktivis lain seperti Hans Gebze dan aktivis lainya manjadi daftar Depo akibatnya sebagian aktivis lain ke PNG Papua New Guinea.
Untuk diketahui bahwa setelah PDP dihancurkan banyak organisasi gerakan lair sejak 200 sampai dengan tahun 2012 Seperti DAP, WPNCL, WPN, PNMPP, Demak, parjal, front Pepera, sonamapa, KNPB GARDA P, PIM, GEMPAR, SDHRP, BUK, Konsensus, JDP dan PNWP serta masih banyak lagi organisasi pemuda mahasiswa, organisasi sektoral dan juga organisasi gerakan perlawanan.
Ketiga gerakan papua dibungkam pada tahun 2008 Komite Nasional Papua barat KNPB dilahirkan sebagai Front persatuan sekaligus sebagai media rakyat Papua. KNPB membangun struktur perlawanan teritorial untuk mengimbangi hegemoni kolonial dengan Isu utama yang diusung KNPB adalah dilakukannya referendum di West Papua untuk berikan ruang demokrasi bagi rakyat Papua untuk menentukan Nasib sendiri (Self Determination ) berdasarkan amanat resolusi PBB tentang dekolonisasi atau hak penentuan nasib Sendiri diadopsi oleh seluruh negara anggota PBB.
Pada tahun 2008 - 2011 saat pemuda mahasiswa dan aktivis gerakan revolusioner melakukan konsolidasi dengan wacana dorong Kongres Pemuda dan Meminta pertanggung jawaban dan Evaluasi perjalanan PDP. Dalam dinamika perdebatan ini ada Jaringan Damai Papua JDP dan konsensus lahir.
Setelah konsensus mendorong kongres melahirkan Negara Federal Republik Papua (NFRPB) yang didorong oleh Front Pepera DAP dan WPNA. Sementara itu organisasi yang menolak dorong kongres III lahirnya NFRPB melakukan konsolidasi internal masing-masing, misalnya KNPB mendorong lahirnya PNWP dan mendorong Persatuan Militer Papua dan melakukan koordinasi untuk persatuan Para Diplomat luar negeri. Sedangkan WPNCL mengajukan aplikasi ke MSG untuk west Papua menjadi anggota MSG, sementara GARDA P mendorong Solpap dan lahirnya Mama-mama Pasar Papua.
Saat WPNC mengajukan aplikasi di Noumena Kanaky NFRPB setelah kongres mengajukan aplikasi yang sama di sekretariat MSG, dengan melihat dua aplikasi yang masuk di MSG, sehingga hasil konsensus para pemimpin MSG menyarankan agar West Papua harus kembali bersatu dan mengajukan aplikasi keanggotaan MSG.
Hal ini menjadi peluang untuk mendorong persatuan dalam gerakan perlawanan dalam negeri dan luar negeri, ini menjadi peluang bagi KNPB yang sedang lakukan konsolidasi Internal mendorong persatuan para diplomat menginisiasi untuk membangun koordinasi dan konsolidasi sesama gerakan perlawanan dalam negeri demi Pembebasan nasional.
Hasil rekonsiliasi dalam negeri dan diluar negeri mendorong persatuan para diplomat dan organisasi gerakan dalam negeri berafiliasi dalam tiga Organisasi WPNCL, PNWP dan NFRPB mendorong lahirnya ULMWP pada tahun 2014 di saralana Vanuatu. Persatuan di Vanuatu saralna sepakati agenda Hak penentuan Nasib sendiri Dan bersatu dalam wadah koordinatif yang dikoordinir oleh seorang sekjen dan melakukan koordinasi kerja diplomasi luar negeri dan keputusan kolektif serta demokratis berdasarkan deklarasi saralana.
Pada tahun 2017 ULMWP melakukan KTT pertama atau KTT I di vanuatu mengubah struktur dan mengubah kepemimpinan dipimpin sekjen fungsi koordinasi ke komando dipimpin oleh seorang ketua sekaligus mengubah trias politika Eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini berdampak pada perpecahan dalam internal ULMWP.
Setelah trias politika berubah sejak 2017 sampai sekarang 2022 dalam ULMWP tidak lagi mempraktekan demokrasi, tidak menjalankan keputusan kolektif dan beberapa keputusan diluar forum KTT Normal, seperti, Konstitusi, pemerintahan, agenda Green State yang bukan keputusan kolektif memperlebar perpecahan dalam ULMWP maupun organisasi pendiri serta gerakan pemuda mahasiswa di dalam negeri.
Dari semua proses perjuangan kita dorong saat ini maupun generasi sebelumnya tidak pernah persatuan yang solid dan demokratis karena tidak pernah padukan perspektif bersama tentang tratak bersama dan kurangnya konsistensi pejuang terhadap setiap keputusan secara kolektif.
Salah satu hal bisa kita lihat adalah saat ini ini 122 organisasi mendorong isu tolak otonomi khusus dan DOB dalam internal organisasi perjuangan tidak melihat ini sebagai ancaman terhadap eksistensi perjuangan tetapi juga sebagai tratak bersama menyerang musuh bersama.
Oleh karena itu sangat diperlukan persatuan nasional yang demokratis, persatuan strategi menjadi dibutuhkan dalam proses perjuangan pembebasan Nasional Papua Barat.
Walaupun persatuan itu peting tetapi persatuan seperti apa yang kita inginkan ? Sebab persatuan yang dibangun selalu dihancurkan oleh ambisi dan egoisme personal pejuang papua merdeka sendiri.
Hal yang patut dipertanyakan adalah buat kita adalah siapa yang tidak inginkan persatuan dan siapa sesungguhnya merusak persatuan selama ini.
Pertanyaan lain perlu kita jawab apabila kita menginginkan persatuan untuk apa dibutuhkan persatuan ?
Karena persatuan itu dibutuhkan karena ada perbedaan, untuk mengelola perbedaan yang ada dalam persatuan dibutuhkan demokrasi untuk merawat dan memperkuat persatuan.
Karena kita menginginkan persatuan tetapi di sisi lain kita mengatakan bahwa dalam perjuangan tidak butuh demokrasi. Maka tidak perlu ada persatuan sebab persatuan harus ada demokrasi karena alat untuk mengelola perbedaan yang ada.
Hal yang tidak kalah penting lagi adalah apakah persatuan yang kita inginkan sebatas pejuang dan organisasi politik papua merdeka bagaiman membangun nation kedepan ?
Dalam persatuan dalam konteks perjuangan nasional berarti kita bicara soal persatuan bangsa, dalam perjuangan bangsa membutuhkan persatuan yang lebih luas semua perwakilan pilar bangsa ada dalam persatuan
Perjuangan papua merdeka bukan hanya milik aktivis, bukan hanya milik organisasi perjuangan tetapi keterlibatan semua pilar bangsa sebagai bangsa.
Mengapa hal ini perlu dipertanyakan karena selama ini mendorong persatuan tetapi pejuang sendiri yang menghancurkan persatuan.
Selain itu persatuan kita dorong hanya persatuan struktur tetapi tidak pernah mempersatukan tratak, perjuangan dan visi dan misi bersama dalam persatuan
Selama ini mendorong persatuan tetapi kita tidak mampu menerima perbedaan dalam persatuan, sebab persatuan dibutuhkan karena ada perbedaan dan untuk mengelola perbedaan ada demokrasi agar segala sesuatu diputuskan secara kolektif.
Keputusan kolektif dalam persatuan melalui demokrasi terbuka itu secara konsisten untuk menjaga dan diperjuangkan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar