Selasa, 13 Mei 2025

PENGKULTUSAN DAN FANATISME BUTA MEMBUNUH NALAR

FENOMENA PENGKULTUSAN DAN FANATISME BUTA MEMBUNUH NALAR

Kepatuhan buta dan fanatisme pengkultusan melahirkan patronisme adalah tantangan dan ironi terbesar karena iman tidak tumbuh karena keyakinan iman dari hati nurani melainkan pertumbuhan iman diatas sura orang dan penyembah berhala kepada manusia yang didewakan.

Fenomena pengkultusan dan fanatisme buta terhadap  individu atau tokoh agama maupun tokoh politik menjadi satu budaya dalam masyarakat salah penyebab masalah serius di papua baik dalam sistem kepercayaan maupun dalam praktek politik praktis dengan politik identitas membunuh nalar dan menghalangi kesadaran kritis dalam perkembangan masyarakat papua.

Fanatisme dan pengkultusan ini salah satu penghambat bukan hanya dalam sistem kepercayaan maupun dalam organisasi pemerintah maupun organisasi gerakan serta organisasi sosial. Selain pengkultusan pada individu sebagai tokoh dalam organisasi kerap terjadi patologi senior junior berdampak pada patronisme dan membunuh nala berpikir kritis dan tersandera dalam fanatisme pengkultusan buta terhadap individu yang dijadikan tuhan atau dewa penyelamat.

Dalam rangka membangun kesadaran kritis harus menghancurkan budaya fanatisme buta dan pengkultusan yang membungkam dan membunuh nalar berpikir kritis untuk melihat realitas dan dinamika dunia yang terus berubah bagian dari hukum dialektika.

Pengkultusan dan fanatisme buta yang melahirkan patronisme dalam semua aspek kehidupan masyarakat papua ini hampir terjadi di semua level dan dalam struktur sosial masyarakat namun yang yang kita bahas disini adalah pengkultusan terhadap Tokoh agama atau pemuka agama dalam dalam kehidupan masyarakat.

Pengkultusan Terhadap Pemuka Agama Dan Terserap Dalam  Membunuh Nalar

Jemaat yang menjadi korban kultus tokoh agama, di tengah dunia semakin kompleks bergerak cepat ini, ketika tantangan hidup manusia untuk berpikir kritis dan bijaksana justru kita menyaksikan fenomena yang memilukan dalam tubuh sebagai umat beragama lahirnya jemaat-jemaat yang tidak lagi menggunakan akal sehat. Melainkan sepenuhnya menyerahkan diri kepada figur yang mereka anggap sakral tanpa reset tanpa logika tanpa sikap kritis yang sehat. Mereka tidak lagi diajak berpikir kritis, tidak lagi didorong untuk membaca perubahan zaman untuk memahami realitas sosial atau menggali makna dibalik fenomena dunia

Mereka hanya dicekoki dogma, doktrin satu arah disuruh patuh tanpa bertanya,percaya tanpa mengerti,seolah‑olah fungsi utama seorang jemaat bukan lagi manusia merdeka yang sadar akan keadaan tetapi hanya menjadi pengikut setia yang hanya perlu mengangguk dan mengikuti apapun yang dikatakan oleh tokoh agama pujaanya dan disinilah tragedi itu bermula.Banyak jemaah hari ini terjebak dalam fenomena pengkultusan individu. 

Jika tokoh agama yang mereka ikuti berbicara maka ucapannya dianggap mutlak benar tanpa mencela, tanpa filter dan tidak boleh dipelintir, apabila tokoh itu mengeluarkan pendapat maka seolah-olah seluruh  kebenaran sumber  alam semesta dan kebenaran  Tuhan  bersumber darinya. Jika tokoh itu menunjuk mereka mengikuti, jika tokoh itu memvonis mereka mengiakan, tanpa sempat bertanya, apakah  ini adil, apakah ini logis, apakah ini benar-benar kebenaran semua, bukan hanya bagi kelompok kita.

Akibatnya lahir sebuah generasi pengikut yang buta bukan karena tidak punya mata tapi karena menutup matanya sendiri,mereka membela tokoh agama mereka meskipun tokoh itu terbukti melakukan kesalahan besar. Mereka tetap setia bahkan ketika yang dibela merendahkan martabat orang lain, berperilaku kasar atau mengambil keputusan yang merugikan banyak orang. Kebenaran tidak lagi diukur dengan nilai melainkan dengan siapa yang mengucapkan, perasaan ini nyata dan terjadi hari ini.

Kita melihat  umat yang membela tokoh agama main terang-terangan menunjukan kemewahan hidup yang berlebihan sambil menutupi dengan kalimat ini berkat dari Tuhan, pada hal dalam hati mereka sendiri sebenarnya ada keraguan yang ditekan.kita melihat pengikut–pengikut yang tetap membela saat tokoh agama mereka menyampaikan candaan yang melecehkan membuat atau menghina, fisik maupun diskriminasi secara verbal terhadap kelompok lain sambil berkata itu hanya gurauan jangan dibesar-besarkan. Kita menyaksikan bagaimana media sosial, siapapun yang mengkritik tokoh-tokoh mereka akan dihujat habis-habisan, diteror, difitnah, bahkan dikafirkan tanpa pernah mau dengar apa yang sebenarnya isi kritik itu.

Fanatisme ini membuat sebagian umat menjadi sangat reaktif, emosional dan rapuh, mereka lebih cepat marah daripada berpikir, lebih suka menyerang daripada berdialog lebih sibuk membela citra tokoh daripada mempertanyakan apakah tindakan mereka benar-benar sesuai dengan nilai-nilai moral universal. Nalar mereka tercekik oleh rasa takut kehilangan figur yang mereka dewa-dewakan dan pada akhirnya iman mereka tidak bertumbuh menjadi kesadaran yang mencerahkan tetapi, menjadi topeng rapuh yang mudah hancur ketika realitas tak lagi sesuai dengan narasi yang mereka yakini.

Banyak peristiwa nyata  kita saksikan salah satunya adalah di indonesia seperti FPI dengan dalil membela ulama, kemudian yang terbaru ketika Paus Fransiskus meninggal seseorang akan mudah  bikin konten di media sosial kemudian dihujat habis-habisan. Selain itu ada banyak jemaah yang tetap mengirimkan uang sumbangan rutin kepada tokoh tertentu, meskipun telah terbongkar bahwa dana digunakan untuk membiayai hidup mewah pribadi dan membiayai anak-anaknya sekolah sang tokoh bukan untuk program sosial bukan untuk membantu,yang membutuhkan.

Ada jemaah yang berhutang untuk menjumbangkan dana  atas nama pelayanan, atas nama  penginjilan, pembangunan gedung  gereja, rumah pribadi tokoh, dan acara bertema syukuran sesuai perintah tokoh  serta atas nama pelayanan Tuhan Ada pulah  jamaah tertentu  berusaha berhutang untuk membeli produk-produk mewah yang dipromosikan oleh tokoh fanatiknya atau idolanya, seperti air ruqyah, khusus jimat spiritual, hingga tiket menghadiri acara yang bertema religius. 

Semua ini bukan karena mereka bodoh melainkan, mereka dibutakan oleh rasa kagum yang berlebihan. Kita  juga melihat bagaimana dalam forum-forum keagamaan bukan lagi ilmu yang menjadi pusat perhatian, melainkan siapa yang tampil. Jika ia berbicara adalah tokoh agama yang mereka kagumi, maka walaupun dia berbicara ringan tanpa substansi mereka bertepuk tangan, menangis dan tercerahkan, sebaliknya.

Sebaliknya yang berbicara adalah seseorang yang lebih sederhana yang tidak terkenal, tidak populer tetapi membawa ilmu yang mendalam dan kritis berdasarkan realitas objektif maka dia diabaikan dengan menyerang secara subjektif. Karena mereka tidak menyimak merasakan memahami dan merenungkan makna dari pengetahuan tersebut melainkan mereka melihat dan bertanya  siapa yang bicara bukan mempertanyakan apa yang disampaikan.

Mereka menilai berdasarkan secara fisik dan  popularitas, penampilan keahlian mengatur kata-kata yang menghipnotis atau menyihir para mereka, bukan memahami esensi, makan dan kedalaman pengetahuan yang disampaikan. Dan betapa banyak kasus tokoh-tokoh melakukan kesalahan sebagai pemimpin jemaat tidak sesuai amanat Tuhan, tindakan mencederai moralitas, melakukan  pelecehan, menipu umat tetapi tetapi dibela dengan 1000 alasan dan dalil pemimpin agama. Seolah-olah mereka mereka paling cuci tidak boleh disentuh apalagi dikritik. Bahkan ada yang berani membela dengan mengatakan sekalipun beliau salah tetap kita harus membela karena dia adalah guru kita.

Logika telah telah hancur, etika hancur, moralitas hancur dan iman semakin merosot, integritas  hancur semua dihancurkan oleh fanatisme. Fanatisme membunuh nalar dan nalar yang mati adalah pintu pertama menuju kehancuran kolektif, sebab manusia berhenti berpikir, Ia akan menjadi alat, ia akan menjadi korban dan bahkan, tidak sadar dirinya sedang dipermainkan.Dan ia akan rela disesatkan asal tetap,merasa bagian dari kelompok.Selain itu ia akan rela membela kezaliman asal tidak kehilangan rasa aman dalam komunitasnya, ia juga akan menyerahkan akal sehat, hati dan kehormatanya kepada figur atau manusia biasa yang sejatinya tak pantas atau tidak  layak disembah.

Fanatisme membuat manusia kehilangan kebebasan batinnya, membuat ia menggantungkan iman kepada suara orang lain, bukan kepada suara nurani yang tulus.Hal ini membuat ia mudah dimanipulasi, mudah diprovokasi, mudah dikorbankan untuk kepentingan segelintir orang. Inilah yang sedang terjadi dan hari ini kita melihat buktinya dimana-mana termasuk di Papua sini. Jamaah yang tidak membela tokoh, meskipun sudah jelas melakukan penyimpangan, komunitas lebih peduli menjaga nama besar tokoh daripada membela kebenaran.

Anak-anak yang mudah tumbuh dengan mentalitas fanatik bukan dengan mentalitas kritis yang berani mencari kebenaran dan berani menanggung beban kebenaran serta mengikuti hati nurani. Inilah sangat miris dan ironi terbesar, agama  yang seharusnya membebaskan manusia dari perbudakan kini dipakai untuk membentuk perbudakan baru, perbudakan terhadap figur, terhadap simbol terhadap gengsi komunitas,iman sejati seharusnya tumbuh bersama akal sehat,bukan dalam kepatuhan buta. 

Keberanian Sejati lahir dari kesediaan bertanya, menimbang dan memilih jalan terang meskipun kadang berlawanan dengan arus besar.Mari kita kembalikan agama sebagai jalan pembebasan dan ruang membina spiritualitas atau iman, bukan penjara baru dan bukan tempat menyembah manusia.Karena Tuhan tidak pernah meminta kita bungkuk di hadapan manusia, yang Tuhan minta adalah kita berdiri tegak di kaki iman kita sendiri dalam kesadaran yang jujur.

Bahaya membiarkan fanatisme tumbuh dari konflik internal hingga kehancuran sosial. Fanatisme buta bukan hanya membunuh nalar individu, namun dalam struktur sosial masyarakat maupun jamaah. Jika fanatisme biarkan tumbuh dalam kehidupan masyarakat, ia akan menjadi penyakit kolektif yang perlahan namun pasti menggerogoti semua seni kehidupan sosial. Apa   yang awalnya tampak seperti kesetiaan pada akhirnya berubah menjadi kebutaan yang melahirkan perbedaan, bermusuhan, perpecahan dan bahkan kehancuran di tengah-tengah umat atau  masyarakat.

Fanatisme mengajarkan manusia untuk membenci siapapun yang berbeda, membenci bukan karena kesalahan nyata tetapi semata-mata namun karena perbedaan pilihan terhadap tokoh, perbedaan cara pandang perbedaan sikap terhadap-simbol-simbol yang diagungkan padahal perbedaan adalah sesuatu yang alami dalam kehidupan manusia. Tanpa perbedaan akal tidak berkembang, pemikiran tidak tumbuh dan umat tidak akan belajar terhadap perbedaan serta beradaptasi dengan perubahan zaman, namun fanatisme membalik semua itu.

Dalam masyarakat yang terjangkiti fanatisme, perbedaan kecil pun bisa menjadi alasan saling membenci,saling mencurigai, salin melabeli sesat, munafik  dan  menjustifikasi sentimen subjektif,serta memvonis dengan diskriminasi verbal atau narasi subjektif  menyebutnya kelompok kafir. 

Hal ini terjadi hanya karena berbeda dalam tafsir, dalam cara berpakaian atau dalam pilihan terhadap tokoh panutan. Maka jangan heran kita melihat banyak komunitas pecah, banyak persaudaraan yang putus, banyak tetangga yang berubah menjadi musuh diam-diam hanya karena berada di kubu yang berbeda atau beda pilihan. Ini bukan hanya sekedar teori ini nyata terjadi hari ini, kita melihat di banyak tempat termasuk di Papua seperti dualisme kepemimpinan di Gereja KINGMI dan Baptis beberapa Tahun silam bahkan dalam agama lain di Indonesia.

Ini terjadi karena perbedaan pilihan pemimpin agama atau idola masing-masing, misalnya komunitas islam saling sindir di media sosial, saling membuka aib saling menyerang bahkan sesama keluarga bisa berselisih diam –diam hanya karena pilihan ustadz yang berbeda. Mereka lupa bahwa musuh sejati bukan saudara yang berbeda pilihan, melainkan kebodohan yang membuat hati menjadi keras dan mata menjadi buta.

Fanatisme juga membuat manusia kehilangan kemampuan untuk membangun konsensus padahal kekuatan sebuah umat bukan terletak pada keseragaman tapi pada kemampuan mengelola perbedaan tanpa konsep umat hanya akan sibuk bertengkar di antara sesama,sementara masalah –masalah besar seperti kemiskinan, ketidakadilan, pengungsian, kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan, penyakit sosial, narkoba, HIV/AIDS dan konflik akibat politik praktis dibiarkan merajalela.

Lebih parah lagi fanatisme menjadi pintu bagi kekerasan, ketika perbedaan tidak lagi dikelolah dengan akal sehat tetapi dengan emosi maka kekerasan menjadi keniscayaan. Sudah banyak contoh di berbagai negara di dunia, bagaimana komunitas yang fanatik tersebut mudah tersulut untuk melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal terhadap kelompok lain. Mereka merasa membela kebenaran pada hal sejatinya sedang memperjuangkan ego dan kebutaan.

Mereka merasa melakukan jihad pada hal sebenarnya sedang menjadi alat perusak persaudaraan dan pada titik tertentu fanatisme bisa menjadi alat politik sangat efektif, ketika umat sudah fanatik mereka menjadi mudah dikendalikan oleh tokoh-tokoh yang licik dengan satu kalimat provokasi mereka bisa diarahkan untuk menyerang saudara sendiri dengan satu isu murahan.

Mereka bisa pecah-pecah menjadi kelompok kecil yang saling menghabisi dan di tengah kehancuran itu yang diuntungkan bukanlah umat tetapi segelintir elit yang menikmati kekacauan. Inilah kenapa membiarkan fanatisme terus tumbuh adalah tindakan yang paling berbahaya karena fanatisme bukan hanya membunuh satu orang.

Fanatisme membunuh peradaban, ia menghancurkan akal, melumpuhkan dialog  menguburkan kasih sayang dan membakar jembatan persaudaraan yang dibangun dengan susah payah. Fanatisme memenjarakan manusia dalam narasi sempit dan menolak kemungkinan untuk belajar dari dunia yang lua. Ia membuat manusia berpikir bahwa dunia hanya terdiri dari kita dan mereka padahal dunia ini jauh lebih kompleks, lebih indah dan lebih layak untuk dihuni bersama dalam keberagaman. Jika kita membiarkan fanatisme tumbuh kita bukan hanya menghancurkan orang lain tetapi kita sedang menghancurkan diri kita sendiri maka mari belajar mengenali tanda-tandanya.

ketika kita lebih mencintai tokoh daripada kebenaran, ketika kita lebih semangat menyerang daripada memahami, ketika kita lebih ingin membela gengsi daripada mencari hikmah  dan kebijaksanaan disitulah saatnya kita berhenti sejenak dan bertanya pada hati kita sendiri apakah saya masih berjalan menuju kebenaran atau saya telah tersesat dalam bayanganku sendiri.

Karena di jalan kebenaran dan keabadian yang akan diterima bukanlah kebutaan dalam  membela, tetapi keberanian dalam mencari kebenaran meski jalannya sunyi. Tanda-tanda jemaat yang sehat dari kritis hingga renda hati. Setelah memahami betapa mengerikanya fanatisme buta muncul pertanyaan mendasar yang wajib kita jawab bersama, bagaimana seharusnya jemaat yang sehat itu, bagaimana umat bisa tumbuh bukan sebagai pengikut yang buta melainkan sebagai pribadi-pribadi yang kritis beradab dan tetap rendah hati

jemaat yang sehat bukanlah jemaat yang hanya mengangguk pada setiap kalimat yang didengarnya, bukan jemaat yang hanya membela tokoh agama, bukan hanya membela hirarki religiusitasnya, bukan pula jemaat yang sibuk mencari musuh di luar dirinya. Jemaat yang sehat adalah jemaat yang menjaga akal dan hati tetap jernih berjalan diatas kebenaran, ada beberapa tanda bisa dikenali :

Pertama : Mereka yang sering  bertanya bukan menerima tanpa difilter, dalam setiap kajian, dalam khotbah, dalam setiap ceramah dalam setiap nasihat diterima mereka bertanya dalam hati apakah ini selaras dengan prinsip keadilan. Apakah ini mengajak kepada kasih bukan kebencian, apakah ini menguatkan nurani atau justru menimbulkan. Mereka tidak serta merta menolak tapi juga tidak langsung menerima , mereka memberi ruang bagi akal untuk memproses, merenung menimbang sebelum akhirnya mengambil keputusan.

Kedua :mereka mencintai nilai bukan sekedar fitnah figur, tokoh boleh dihormati, guru boleh dikagumi tetapi yang paling penting utama adalah nilai-nilai yang mereka bawa. Jika suatu hari seorang tokoh agama kelinci dalam kesalahan, jemaat yang sehat tidak akan jatuh dalam fanatisme membabi buta.  Mereka tetap berpegang pada nilai, karena mereka tahu figur bisa berubah manusia bisa tergelincir tetapi prinsip-prinsip kebenaran tetap abadi

 

Ketiga : Mereka bersedia berdialog bukan hanya sekedar berdebat, mereka tidak perlu membungkam siapapun yang berbeda, tidak perlu maki atau menghina, mereka bersedia mendengarkan pendapat lain. Membuka pintu percakapan, bahkan kepada mereka yang pandanganya bertolak belakang, karena mereka paham bahwa kebenaran tidak tumbuh dalam keheningan paksaan tetapi dalam ruang dialog yang terbuka.

Keempat : Mereka menjaga sikap rendah hati di tengah semangat belajar, semakin dalam ilmu mereka pelajari semakin sadar akan luasnya samudra kebenaran yang belum mereka jamah. Mereka tidak cepat menghakimi, mereka tidak cepat menyimpulkan, mereka sadar bahwa, kebenaran sejati, butuh perjalanan panjang untuk dipahami sepenuhnya.

Kelima : Mereka mengutamakan akhlak daripada simbol, bagi mereka pakaian, bahasa cara berbicara semua itu penting tapi bukan itu yang utama, yang utama adalah bagaimana mereka memperlakukan sesama manusia, bagaimana mereka menepati janji, bagaimana mereka jaga lisan bagaimana mereka menolong tanpa pamrih. Karena sejatinya agama bukan tentang tampil beda tetapi agama adalah tentang hadir membawa rahmat.

Tanda-tanda harus menjadi cermin bagi setiap kita, jika kita ingin masa depan umat yang lebih sehat kita terus berhenti menciptakan jemat-at-jemaat yang sekedar ramai, seremonial dan euforia hedonisme tetapi kosong. Kita harus mulai menanamkan budaya berpikir kritis, budaya bertanya, budaya ingin tahu, dan budaya mendalam dalam memahami nilai-nilai dan resensinya.

Kita mulai menciptakan ruang-ruang diskusi seminar ceramah setiap kegiatan keagamaan atau hari besar keagaman agar mengasah akal sehat, bukan membius emosi. Kita harus mendorong revolusi  kesadaran kritis termasuk mendorong  para tokoh-tokoh agama untuk mengajarkan umat tentang budaya kesadaran kritis, meski hal itu terjadi kehilangan sebagian pengikut yang suka dimanjakan.

Karena yang kita butuhkan bukan kuantitas atau jumlah umat yang banyak tetapi  kualitas, umat yang kuat yang berjalan dengan kesadaran bukan sekadar ikut-ikutan. Yang mampu bertahan dalam ancaman gelombang zaman tanpa kehilangan akal sehatnya. Mungkin di awal jalan ini akan terasa sepi, mungkin lebih banyak pertanyaan daripada banyak tepuk tangan tapi percayalah dari-jemat-jemaat kecil yang sehat inilah peradaban baru akan lahir peradaban yang tidak dibangun dari kultus individu tetapi dari cinta akan kebenaran dan keberanian untuk berpikir dengan nurani  yang merdeka.

Mari kita membangun budaya kritis, bangunkan nalar berpikir masih tidur, bangun kepercayaan diri dan revolusi kesadaran demi masa depan umat di masa depan hidup dalam kebebasan bukan dalam penjara dogmatisme dan pengkultusan membunuh nalar.

Tulisan sebagai edukasi bersama termasuk kritik terbuka untuk kita semua termasuk saya.

BY. NESTA 


Minggu, 11 Mei 2025

Budak Algoritma Media Sosial

Apakah media sosial toktok Facebook dan instagram dan  X  ini kandang monyet ?Pertanyaan ini memang  terdengar kasar bukan tatapi kata para filsuf tua  mengatakan bahwa: 

Kebenaran jarang lahir dari keramahan, tetapi lebih sering lahir dari luka, tantangan hidup,  dari pengalaman dan dari perlawanan terhadap kenyamanan palsu.

Maka alasan shikoublade  datang platfrom  bukan membawa kemarahan  tetapi membawa cermin, sebab dalam sejarah peradaban yang paling marah pada cermin adalah mereka yang takut pada wajah sendiri. Jadi apakah media sosial tiktok dan Facebook  adalah kandang monyet  jawabannya tidak sederhana itu dan tidak sepenuhnya juga salah atau benar.

Sebelum kita lompat ke kesimpulan instan  kebiasaan zaman ini dengan tidak mengikuti mulut content creator lain berkoar panjang tanpa  data dan narasumber disingkirkan. Mari kita membedah secara berlapis dengan pisau logika dengan peta data dengan kesabaran berpikir yang kini dianggap kuno.

Lapisan dasarnya menurut laporan data resmi toktok Indonesia transparansi  report  tahun 2023 secara terbuka  mengatakan bukanlah area pencarian kebenaran ia adalah laboratorium  emosi di dalamnya  algoritma lebih menyukai  gejolak ketimbang kebijaksanaan . Emosi dipercepat tetapi rasionalitas diperlambat emotional  engagement  bukan critical  training  itulah mata hari menggerakkan  planet media sosial tiktok dan Facebook.

Sementara pada artikel atlantic  tahun 2020 menulis The viral  becomes vital  yang ramai jadi vital sementara yang dalam dikubur dalam keheningan maka shikoublade  bertanya  apakah kandangnya yang rusak atau spesies yang memadati nya  ?

Shikoublade memilih jawaban kera, bukan kandang yang menciptakan monyet, monyetlah yang menjadikan kandang sebagai habitat kebodohan kolektif. Dengan pengamatan tajam dan data lapangan shikoublade menamai mereka spesies primata digital dan membagi spesies tersebut dalam beberapa klasifikasi:


Pertama : spesies joget kosong, dari sumber data tiktok Indonesia user behavior  tahun 2023 oleh data portal dikonfirmasi  dengan riset pusat studi media sosial Indonesia  tahun 2024  bahwa: 

Pertama : Revolusi spesies primata digital ini menari  bukan dengan seni melainkan dengan harga diri berpacu mengejar tren  membiarkan kehormatan mereka larut dalam gelombang viralitas tanpa sadar tindakan kecil penuh euforia  ini membukakan pintu bagi pelecehan budaya yang kerap dianggap hal yang lumrah.

Ke dua : spesies repost  tanpa  akal  dari sumber studi copycat  content tiktok oleh influence  grade Tahun 2022 mengidentifikasi.

Spesies ini adalah spesies  mencuri  konten, mengedit, menambahkan pont kekinian dan bahkan menyelipkan iklan judi online lalu  merasa layak disebut kreator diatas hasil karya original orang lain. 

Tanpa menyebut narasumber serta tidak memperhatikan apakah itu copyright, kreativitas  diubah menjadi kompetisi rampasan.

Ke tiga : Spesies komentar lebay , dari sumber Realita kebiasaan spesies ini selalu menggunakan mantra yang terus diulang  seperti setuju banget bro relate parah saya banget, tanpa analisis dan tanpa sumber.

Komentar berubah menjadi insting refleks bukan  dijadikan instrumen berpikir 

Ke empat spesies motivator pisang  dari sumber riset pycycological  impact of motifational content  di jurnal of media pycycology  tahun 2022. 

Spesies ini bukan terlahir dari bawah tapi dari atas dan mengutip keajaiban, menjual harapan menghapus usaha dan menghapus kekejaman sistem saat ini. Mengemas warisan orang tuanya sebagai kebijaksanaan.

Ke lima spesies netizen penggembira , spesies yang membagikan karena lucu  bukan karena logis. Dalam zaman dimana relate lebih berharga daripada benar, tragedi intelektual adalah harga yang dibayar.

Ke enam spesies pengemis online, dari sumber kominfo Indonesia kasus eksploitasi keluarga untuk konten 2023. 

Spesies ini penjual kesedihan keluarga  mengutip nama agama  memamerkan keputusasaan rela terlihat bodoh, segala aib dibeberkan hanya sekedar mendengar tanpa data dan sumber serta anak-anak jadi konten dan alat monetisasi.

Ke Tuju: spesies filosofi palsu dari sumber analisis aliterasi filosofi media sosial litbang kompas tahun 2023. Spesies mengutip Nietzsche  plato kierkegaard  tanpa memahami pikirannya. Biji kebijaksanaan mereka sebatas status medsos  dan caption agar terlihat keren 

Ke delapan : pembagi giveaway spesies pembeli logika manusia dengan hadia palsu follower dihitung bukan  ide kredibilitas digadaikan untuk angka semu.

Ke sembilan : Spesies brazzer dan polisi emosi, mereka yang bertepuk tangan pada setiap arus mengecam setiap kesunyian  berpikir. Mereka yang mengira logika berpikir bisa dikalahkan oleh trending  topik  narasumber lihat komentar.

Kesimpulannya bukan tiktok facebook X dan instagram yang merusak pikiran manusia tetapi ketidakmampuan berpikir, kehausan validasi dan ketakutan menjadi sunyi. 

Inilah memproduksi di zaman ini, zaman follower lebih dihormati daripada filsuf. Like lebih menentukan martabat daripada logika.

Kebisingan lebih disembah daripada kebenaran ketika manusia lebih menyerahkan akalnya kepada algoritma maka, algoritma akan menjadi pemimpin dan  memimpin  dengan satu tujuan yaitu merusak dan mengontrol pikiran manusia. 

Algoritma memimpin pola pikir manusia membuat kita tetap menari dalam emas ilusi yang kita bangun sendiri. Solusinya bukan menghapus media sosial kita dari tiktok facebook dan media x  ataupun kembali pada zaman batu.

Karena secara logis manusia zaman batu pun masih menggunakan akalnya bukan menggunakan tarian joget untuk bertahan hidup di zaman tersebut.

Hal yang  mungkin bisa dilakukan adalah  disiplinkan jempol, disiplinkan nalar, jempol harus harus tunduk pada kepala bukan kepala tunduk pada jempol. 

Bangun otak bukan akun, biarkan akalmu yang lebih berat daripada akun media sosial. Perlu latihan jeda logis, sebab emosi itu makanan empuk algoritma sementara logika adalah musuh algoritma. 

Kita juga pahami arus lawan jika perlu, arus vilaritas bukanlah sepenuhnya arus kebenaran, gunakan platfrom bijak jangan jadi budaknya.

Media sosial facebook atau tiktok alat, gunakan alatnya rasional  tetapi jangan  tiktok atau Facebook yang memainkan kita  tetapi usahakan kita yang  memainkan atau menggunakan. 

Jadi ingin komentar silahkan tidak setuju silahkan jika setiap komentar perlu data fakta dan argumen logis. Jangan hanya baper dan membawa sifat anak-anak mami pipimu  komentar disini. 

Karena logika dan realitas tidak memerlukan status dan perasaanmu, setuju, sangat baik, jangan hanya ketik setuju di komentar bro, bangunlah percakapan asah logika seperti pedang yang berkilau tajam depan belakang.

Yang membagikan konten ini  jangan hanya membagikan saja terlihat keren. Dalam dunia shikoublade tepuk tangan bukan ukuran nalar adalah mahkota. 

Pedang diciptakan bukan aksesoris tetapi pedang untuk menjaga dan menembus  dari daging sampai tulang, dari ilusi ke realitas.

Logika akan mati ketiga manusia mati tetapi manusia hidup logika mati adalah kebodohan.


#Sumber_Shikoublade.

#Edidor_Penulus #Nesta

Jumat, 09 Mei 2025

Kami Pernah Memeluk Agama Namun Kehilangan Tuhan;




MANUSIA DAN ILUSI SURGANYA

Revolusi Kesadaran

Banyak manusia hidup dalam ketidak kesadaran, terjebak dalam perdebatan panjang tentang  kebenaran  dan pembenaran ajaran agama. Mereka berlomba-lomba menjadi yang paling fasih dalam menyampaikan ajaran,  menghafal kitab suci dan menunjukan  keimanan sebagai simbol kebanggaan.  Namun dibalik itu mereka lupa esensi sejati  dari hidup di dunia ini. Sebagian besar manusia berfokus  hanya pada ibadah formal, mengejar pahala dan menghindari dosa , seolah –olah  kehidupan timbangan angka-angka  kebaikan dan keburukan. 

Mereka takut pada konsekuensi ilahi tetapi, sering  lalai untuk bertanya  pada diri dan bertindak sebagai  manusia yang berkontribusi pada kebaikan semesta. Banyak pula  yang begitu terobsesi dengan akhirat, memusatkan seluruh perhatian pada kehidupan setelah kematian, sehingga melupakan pentingnya menjalani hidup yang penuh makna di dunia ini.

Mereka mengabaikan tugas menjaga bumi dan pelindung sesama, dengan keyakinan bahwa segala nya akan disebut kehidupan berikutnya.  Mereka mungkin  tidak menyadari bahwa banyak orang mengejar  surga, tanpa menyadari bahwa , surga sejati mungkin ada di dunia ini. Di dimensi fisik yang dapat kita sentuh, rasakan dan alami secara langsung. Jika surga di alam kematian adalah sebuah kenyataan maka sudah pasti,dimensi disana adalah dimensi jiwa dan roh bukan dimensi fisik. 

Surga yang indah secara fisik seperti gambaran tentang buah-buahan yang berlimpah dan kenikmatan duniawi  hanyalah interpretasi terbatas dari keindahan yang sesungguhnya. Namun surga yang memberi ketenangan dan kebahagiaan pada jiwa bukanlah surga fisik, ia adalah keadaan batin yang penuh cinta, damai adil dan rasa syukur. Surga sejati bisa dirasakan saat seseorang hidup dengan kesadaran penuh, menjalani hidup dengan penuh kasih sayang, berbagi kebaikan dan menjaga harmoni dengan alam semesta serta sesama manusia dan mahkluk hidup.

Disisi lain neraka bukan hanya tentang lautan api atau siksaan yang tak terbayangkan tanpa melihat secara fisik dari kasat mata. Neraka paling nyata adalah saat pikiran manusia terbelenggu oleh ego negatif,kemarahan yang membara, iri hati yang menggerogoti dan rasa takut yang memenjara. Setiap kali kita menyerah pada ego yang berbisik untuk membenci, merendahkan  atau menghancurkan, kita telah menciptakan neraka di dalam diri kita sendiri. Namun ketika kita menyadari, keberadaan ego itu tanpa melawan nya, tanpa menyangkalnya tetapi,menerimanya dengan penuh kesadaran, maka kita sedang membuka pintu menuju surga batin.

Surga yang sejati adalah ketenangan yang muncul ketika kita berdamai dengan diri sendiri berdamai dengan sesama. Saat kita mampu memandangi dunia ini hidup tanpa prasangka menerima suka dan duka sebagai bagian dari tarian semesta. Surga yang nyata sesungguhnya ketika kita menciptakan keadaan damai, keharmonisan, kebersamaan kasih sayang dan saling berbagi, menolong dengan iklas tanpa harap imbalan membuat kita senang dan bahagia.

Kita mampu menerima realitas dengan lapang dada tidak ada penolakan, tidak ada pelarian hanya penerimaan yang utuh, walaupun suatu hari nanti benar-benar ada dimensi surga yang dijanjikan, lalu apa yang kita dapat rasakan disana, indahnya , bahagianya senangnya dan damainya ? Tentu saja, jiwa kita yang akan merasakannya. Tetapi jika saat ini di bumi kita mampu merasa damai bahagia dan penuh syukur. Lalu apa bedanya dengan surga yang belum kita ketahui dimana dimensinya. Jiwa kita yang merasakan kini adalah jiwa yang sama akan merasakan nanti.

Surga saat ini dan surga yang kita impikan di dimensi manapun nanti setelah kematian adalah satu dan sama. Hanya satu perbedaan yang nyata adalah kesadaran kita. Jiwa yang sadar pada momen di dunia nyata ini yang mampu menerima kehidupan dengan penuh cinta dan syukur, mengasihi manusia, menghargai, simpati dan empati kasih sayang serta penuh cinta sesungguhnya telah berada di surga. Maka jangan sampai  kita salah menyadari hal ini.

Menunggu surga yang jauh di masa depan yang akan dinikmati di dimensi jiwa dan roh bukan dimensi fisik kita masih bernafas seperti sekarang. Sementara kita sedang melewatkan keindahan ada di hadapan mata adalah kehilangan yang paling menyedikan. Surga dan neraka bukanlah sesuatu yang menunggu kita di akhir perjalanan, surga sebenarnya hidup didalam batin kita, hadir dalam setiap detik saat kita memilih antara cinta atau benci, antara kedamaian atau amarah. 

Setiap pilihan adalah percikan yang membangun  taman surga atau mengobarkan api naraka. Maka jika terus menunggu dan menunda kebahagiaan dengan menaruhnya di masa depan yang belum pasti kita akan kehilangan keajaiban surga yang ada di hadapan kita yang merupakan surga itu. Surga tidak kemarin tidak besok tapi surga itu ada bersama kita sekarang yang sering hadir melalui berbagai bentuk dalam kehidupan kita terima atau kita lakukan terhadap sesama dan alam semesta. 

Surga itu terkadang hadir setiap momen dibalut dengan berbagai masalah dan tantangan tetapi dibaliknya ada manfaat untuk hidup jika dimaknai. Jadi surga itu sekarang ia bersembunyi dibalik senyum yang tulus dalam pelukan yang menghangatkan, didalam tawa yang lahir dari jiwa yang ringan. Dan barangkali pada akhirnya kita akan menyadari bahwa surga sejati bukanlah sebuah tempat untuk tujuh melainkan cara untuk hidup.  Ia ada di dalam jiwa kita masing-masing menanti untuk ditemukan dipeluk dan dibagikan  pada sesama dan pada semesta alam serta dunia.

Sayangnya banyak manusia tidak berpikir sampai sedalam itu, mereka salah memahami konsep surga dan membatasinya hanya pada kenikmatan fisik semata, mereka menghabiskan hidup dengan mengejar bayangan surga di masa depan.Tanpa menyadari bahwa kesempatan untuk menciptakan surga di bumi ada setiap tindakan baik mereka lakukan hari ini. Mari kita meminjam sedikit mengutip ajaran Yesus bagi orang kristen dalam doa bapa kami “Jadikanlah di bumi di surga” hukum  kasih ke tiga “ kasihilah sesama manusia” .

Hari ini betapa sering kita melihat seseorang beribadah di rumah ibadah dengan penuh kekhusyukan, namu keluar dari sana, yang keluar dari mulut nama-nama hewan atau binatang, merusak alam untuk keinginan dan kekayaan, membuang sampah sembarangan, merusak alam yang merupakan manifestasi ciptaan Tuhan. 

Mereka berdoa memohon kesejahteraan namun menutup mata pada anak-anak  yang kelaparan di jalanan, anak –anak dan orang tua di balita hidup dalam pengungsian. Mereka membaca dan mendengar tentang  kasih sayang yang merupakan hukum  Tuhan yaitu kasih, tetapi melukai sesama manusia dengan kata-kata yang tajam. Mereka membaca tentang keadilan tetapi menutup telinga terhadap jeritan manusia yang disiksa oleh pemerintah melalui aparatnya, jeritan binatang yang disiksa melalui ekploitasi, jeritan pohon-pohon di hutan yang ditebang, jeritan hutan yang digundul tanpa ampun.

Mereka berdiskusi panjang tentang kepedulian dan keadilan sosial tetapi lupa pada lansia yang kesepian di sudut rumah mereka sendiri, anak jatim yang hidup dari barang rongsokan dan mengumpulkan kaleng bekas minuman. Mereka tidak melihat manusia harus mengungsi dari kampung mereka hidup dalam ketakutan dan trauma tanpa makan di hutan. Mereka berseru tentang kejujuran namun acu tak acuh terhadap para rakyat kecil petani atau buruh yang menerima upah tak layak.

Di era teknologi yang semakin canggih, mereka mengagungkan pencapaian manusia tetapi lupakan makhluk kecil seperti lebah yang tanpa lelah menjaga ekosistem tetap seimbang. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam memperdebatkan konsep keadilan. Namun tak pernah bertanya pada diri sendiri, apakah smartphone yang  mereka gunakan diproduksi tanah jarang dan ekploitasi tenagah kerja anak. 

Mereka menyerukan gerakan cinta linggungan tetapi abai terhadap limpah elektronik yang menumpuk di negara berkembang, bahkan di dunia maya. Mereka dengan mudahnya menyebarkan kebencian dan fitnah, mereka melupakan bahwa, setiap kata yang ditulis menciptakan luka yang tak terlihat.  Mereka menikmati air bersi setiap hari tanpa memikirkan orang-orang pelosok yang kekurangan air yang layak minum, akibat ekploitasi merusak sumber air bersih mereka nikmati dari alam tanpa harus dibayar. 

Mereka menyia-nyiakan makanan sementara berjuta-juta orang tidur dalam keadaan perut yang lapar seperti pengungsi di hutan, rakyat kena bencana banjir dan rakyat miskin kota yang tidak memiliki pekerjaan. Mereka membeli pakaian baru sebagai bagian dari tren mode yang cepat tanpa peduli limpah tekstil yang mencemari ari dan mencemari lautan serta mencemari bumi. Mereka berteriak tentang ketenangan spritual namun menciptakan polusi suara di tempat ibadah suara mesin mengganggu ketenangan linggungan sekitar.

Saat hari-hari besar keagamaan seperti puasa idul fitri, hari raja natal dan paskah tiba mereka menuntut toleransi atas ibadahnya, tetapi lupa memberikan ruang yang sama bagi mereka yang tidak puasa atau mereka tidak berpartisipasi dalam ibadah-ibadah natal. Bahkan jalan raja yang seharusnya untuk kepentingan umum disulap menjadi area untuk acara ibadah, mengabaikan hak pengguna jalan lainya. 

Sejak zaman dahulu hingga sekarang manusia terus mengulang kesalahan yang sama mereka membangun tembok perbedaan memandang rendah sesama karena perbedaan suku,ras atau keyakinan. Mereka berperang atas nama agama dan kepercayaan membenarkan kekerasan dengan dalil membela Tuhan. 

Di sisi lain mereka menciptakan monopoli ekonomi memperkaya segelintir orang di atas penderitaan banyak orang. Ironisnya banyak yang membanggakan dirinya sebagai insan beriman tetapi, saat tetangganya kelaparan mereka hanya mengangkat tangan berdoa tanpa memberikan bantuan. Mereka mendirikan rumah ibadah yang megah tetapi, enggan menyisihkan rejeki untuk anak yatim piatu, orang pengungsi di sekitarnya. Ada pula yang mengatakan kejahatan dengan ayat-ayat cuci namun diam saat ketidakadilan tumbuh subur subur di depan mata. 

Apakah ini  manusia yang dikasihi Tuhan ? Apakah ini esensi ajaran yang yang kita banggakan ? Tidak!. Kita sedang dan sudah menciptakan ilusi keimanan, bersembunyi dibalik simbol-simbol suci tanpa memahami maknanya.

Kami berbicara tidak hanya untuk 5 keyakinan besar agama yang ada di dunia ini tetapi juga untuk ribuan keyakinan yang telah ada sejak awal manusia belum berakal atau belum mengunakan akal hingga manusia berakal diciptakan Tuhan melalui perantara petugas-petugas Tuhan, entitas- etintas yang lebih tinggi. Keyakinan yang berkembang di setiap sudut bumi membawa pesan tentang cinta, kebijaksanaan dan penghormatan terhadap sesama makhluk hidup, namun sering waktu banyak yang melupakan esensi tersebut. 

Kita melihat orang–orang yang berdalih membela agama tetapi menyerang sesama manusia yang berbeda keyakinan. Mereka memikirkan nama Tuhan saat menghancurkan rumah-rumah orang lain, menghancurkan sumber kehidupan dan hak hidup orang lain.

Lupa bahwa, Tuhan tidak pernah memerintahkan tentang kebencian. Ada yang menutup mata terhadap bumi yang semakin rusak, meraup keuntungan dengan merusak alam yang seharusnya kita jaga mereka berargumen bahwa semua ini adalah ujian dari Tuhan. Pada hal tangan manusialah yang menciptakan kehancuran yang kita saksikan ini. Lebih mengerikan lagi mereka mengajak anak-anak untuk membenci, mengajarkan bahwa perbedaan adalah ancaman. 

Mereka menanamkan rasa takut terhadap yang tidak mereka pahami memperpanjang rantai kebencian dari generasi ke generasi. Dengan hati yang penuh prasangka mereka lupa bahwa setiap manusia adalah saudara ciptaan Tuhan yang sama dibawah langit yang satu. Tuhan dalam berbagai nama dan wujud yang diyakini manusia menciptakan kita bukan hanya untuk bersujud tetapi untuk hidup tumbuh dan berbuat baik dalam harmoni seluruh ciptaan. 

Hidup bukan sekedar menunaikan ritual ibadah semata, melainkan menanamkan kebijaksanaan, menyebarkan kasih sayang dan menjaga keseimbangan alam semesta dan manusia. Menyembah Tuhan seharusnya terlihat dalam setiap langkah penuh welas asih, dalam tangan yang menolong dan dalam hati yang memaafkan. Namun banyak yang terlelap dalam dogma memeluk ajaran sebagai belenggu bukan sebagai jalan menuju pencerahan. Mereka terkungkung dalam sejarah lampau pada hal jiwa manusia memiliki potensi untuk melampaui teks-teks yang tertulis dalam kitab cuci.

Kitab suci dalam berbagai tradisi adalah petunjuk bukan tembok yang membatasi, perjanjian yang ditulis dalam alkitab ribuan tahun lalu seharusnya menjadi kompas moral, bukan rantai yang membelenggu akal budi. Perlu disadari bahwa kitab suci yang diwariskan umat manusia sejatinya teriri dari 70% hasil pemikiran manusia yang berusaha memahami kehendak yang ilahi atau pencipta. Sementara sisanya 30% adalah pesan dari bangsa-banga ciptaan Tuhan yang lainya seperti 12 suku orang Israel keturunan Braham.

Entitas tinggi seperti malaikat dan petugas semesta, mereka adalah menjaga keseimbangan yang membantu tuhan dalam menciptakan, memelihara dan mengendalikan tatanan alam semesta semata-mata atas kehendak Tuhan. Tidak ada satu pun tindakan dari petugas Tuhan yang berlangsung tanpa izin dan kehendak tuhan. Setiap tugas mereka jalankan adalah manifestasi  dari kasih dan kebijaksanaan Tuhan yang maha mengetahui.

Bangsa  pleiadian cerita mitologi, bahwa, dalam kebijaksanaan mereka telah lama menyampaikan pesan kepada manusia masih memegang teguh teks-teks kitab dan perjanjian-perjanjian yang ada di waktu sejarah yang lalu.pada hal manusia sebenarnya bisa lebih dari itu. Kami tidak berfokus pada dogma dan doktrin tetapi lebih kepada moral dan  bagaimana menjadi seorang nafas yang berjalan.

Pesan ini mengingatkan kita bahwa hidup yang bermakna bukan karena sekedar tunduk pada aturan tetapi memahami alasan dibaliknya,menjadi nafas yang berjalan berarti hidup dengan kesadaran penuh. Menciptakan cinta dimana ada kebencian, membawa terang di tengah kegelapan dan menanam beni kebaikan yang di tanah yang gersang. 

Kepada generasi yang berikutnya anak anak kita, cucu-cucu kita dan semua yang menjadi penerus kehidupan ini sadarlah!  jangan ikuti jejak kami yang telah salah memahami esensi hidup beragama. Kami terjebak dalam simbol, ritual, dan dogma, sementara Tuhan menghendaki memahami cinta, kasih sayang,  keadilan dan menghormati sesama tanpa melihat status sosial. 

Jangan sampai kalian hidup dalam nama agama tetapi kehilangan Tuhan di dalam hati. Kami memohon agar kalian jadi cahaya yang membimbing dunia, bertindaklah dengan hati yang tulus bukan karena takut tetapi karena cinta. Tumbuhlah menjadi generasi yang memahami bahwa, beragama bukan tentang memenangi perdebatan melainkan memahami perbedaan dan menjaga kehidupan di bumi ini.

Kepada generasi kami yang masih hidup, bangunlah lepaskanlah belenggu yang menghalangi cahaya nuranimu. Jadilah manusia yang hidup dengan cinta bertindak dengan bijaksana dan berjalan di atas bumi ini sebagai berkat bagi semesta dan manusia. 

Kepada para orang tua di zaman ini saatnya sadar, pendidikan anak bukan lagi sekedar mewariskan dogma tetapi membentuk jiwa yang bertanya, berpikir kritis, dan memahami serta merancang kehidupan dunia yang adil. Jangan lagi mengulangi kesalahan ratusan Tahun yang telah terjadi dimana anak-anak dibesarkan dalam ketakutan bukan pemahaman dalam ketundukan buta bukan kesadaran sejati. Ajarkan lah nilai-nilai universal kasih sayang empati, keadilan dan rasa hormat pada kehidupan dan manusia.

Biarkan mereka tumbuh menjadi manusia merdeka yang tidak hanya tahu apa yang di yakini tetapi juga mengerti mengapa mereka meyakininya. Berikan ruang dialog bukan paksaan, berikan pemahaman bukan hanya sekedar perintah dan pesan kosong. Tanamkan spritualitas yang hidup bukan hanya serangkaian ritual ibadah yang kosong.

Inilah pola didik baru yang tidak hanya mempersiapkan mereka untuk akhirat atau surga dimensi kehidupan roh, tetapi juga menjadikan mereka menjadi pelita di dalam dunia yang terus berubah. Karena generasi masa depan layak mendapatkan warisan terbaik, bukan trauma tapi cinta. Bukan ketakutan tapi keberanian. Bukan dogma tapi kebijaksanaan. 

Pesan dari masa kini untuk masa depan, wahai yang hidup di zaman ini dan mereka yang kelak akan menggantikan jejak kami dengarlah.! Hidup yang bermakna bukan sekadar menunduk pada aturan religiusitas atau hirarki agama yang dibekukan oleh waktu. 

Hidup sejati adalah nafas yang sadar, ia berjalan dengan hati yang terbuka menciptakan cinta di tengah kebencian, menyalahkan cahaya di ruang gelap dan menanam beni kebaikan meski tanah tak terlihat gersang. Kepda generasi penerus jangan warisi kesalahan kami. 

Kami pernah memeluk agama namun kehilangan Tuhan;

Kami terlalu sibuk menjaga bentuk, tetapi lupa pada esensi;

kami mendebat ayat-ayat lupa merangkul manusia;

Kami menanamkan rasa takut pada hal Tuhan adalah cinta. 

Kami membungkus keyakinan dalam dinding batu lalu menyebutnya iman. 

Jangan ikut jejak itu, berjalanlah dengan kasih, bukan karen takut dihukum tetapi, karena cinta yang hidup dalam dadamu. Jadilah generasi yang tidak hanya hafal doktrin tetapi juga mengerti maknanya. Yang tidak merasa paling cuci tetapi paling ingin memahami. Untuk kami yang orang dewasa masih hidup, sudah waktunya bangun, sudahi tidur panjang dalam dogma, warisan sudahi cara lama yang membesarkan anak dengan tekanan bukan pelukan yang menakuti mereka dengan neraka. Pada hal belum memperkenalkan makna surga sejati. Hati yang damai. 

Wahai para orang tua pendidikan anak bukanlah proyek pencetakan robot penghafal melainkan pengasuhan manusia yang bebas, manusia yang merdeka. Mereka bukan wadah untuk ambisi kita yang gagal. Mereka bukan salinan dari kebingungan kita. Mereka adalah benih baru yang butuh air pemahaman bukan pupuk paksaan.

Hentikan pola didik usang yang hanya menghasilkan generasi yang takut bertanya.Ajarkan anakmu untuk mencintai kebenaran bukan sekedar mentaati perintah,ajarkan mereka untuk menemukan Tuhan dalam rasa peduli, bukan hanya dalam seragam ibadah. Ajarkan bahwa agama adalah jalan menuju kebijaksanaan, bukan arena saling menang, berikan mereka ruang untuk merasakan bertanya tentang jatuh dan bangkit. 

Bukan karena mereka harus menjadi anak baik versi kita tetapi, karena mereka sedang tumbuh jadi cahaya versi mereka sendiri. Jika kita ingin masa depan yang terang maka hari ini kita harus mulai mencetak lentera, bukan dari besi dan dogma, tetapi, dari kasih, kejujuran dan kesadaran. 

Ingatlah Tuhan tidak butuh pembelah, Ia butuh manusia yang benar-benar mencintai, sebab di akhir perjalanan yang akan dikenang bukanlah seberapa sering kita berdoa, tetapi seberapa besar cinta kita tinggalkan di hati sesama. Hidup adalah ibadah dalam setiap tindakan kasih namun,dari semua ini bukanlah akhir melainkan awal dari perjalanan menuju kesadaran yang lebih tinggi. 

Kesadaran bukan sekedar memahami ada yang salah tetapi juga berkomitmen untuk memperbaikinya, ia adalah keberanian untuk menantang kebiasaan yang telah mendarah daging bertanya pada diri sendiri, apakah tindakan kita mencerminkan nilai-nilai kita agungkan. Kita tidak perlu menjadi tokoh besar untuk membawa perubahan, setiap senyum yang tulus setiap bantuan yang diberikan tanpa pamrih. 

Setiap keputusan untuk memaafkan adalah langkah kecil yang memperbaiki dunia. menyadari bahwa, nilai agama sejati terwujud dalam tindakan nyata, akan membuat kita lebih manusiawi, lebih memahami,esensi kehadiran kita di bumi ini. Kita juga harus mengingat bahwa, bumi ini adalah warisan untuk anak cucu kita. Perusakan alam yang kita lakukan hari ini bukan hanya mencederai  ciptaan Tuhan tetapi juga merampas masa depan generasi yang akan datang. 

Menjaga linggungan mengurangi limbah menghormati makhluk hidup lainya, semua itu adalah bentuk ibadah yang sering dilupakan. Lebih jauh kesadaran juga berarti berdialog dengan sesama tanpa prasangka. Berbeda keyakinan tidak seharusnya mejadi tembok yang memisahkan kita, justru dalam perbedaan itulah kita belajar untuk saling memahami dan merasakan kekayaan prespektif yang Tuhan ciptakan. Menerima perbedaan bukan berarti mengkhianati, iman tetapi justru memperkokoh nilai-nilai kemanusiaan. Jika kita ingin menjadi manusia yang benar-benar sadar maka kita perlu bertanya.

Apakah setiap langkah kita mencerminkan cinta kasih? Apakah setiap kata yang keluar dari mulut kita bawah kedamaian ? Apakah kita telah berusaha menjadi cahaya bagi orang lain, meskipun hanya tindakan kecil ? 

Tuhan tidak membutuhkan pujian kita jika pujian itu hanya hampa dan tak berjiwa.Tuhan tidak meminta air mata penyesalan yang tidak diiringi dengan perbaikan nyata. Yang Tuhan inginkan adalah hati yang bersih tangan yang membantu, dan jiwa yang terus belajar. Mari kita mulai dari hari ini bukan dengan mengubah dunia dalam sekejap tetapi dengan satu langkah kecil yang penuh makna. 

Berikan uluran tangan kepada yang membutuhkan, jaga linggungan tempat kita tinggal maafkan kesalahan orang lain dan sebarkan kebaikan dimanapun kita berada. Sebab di akhir perjalanan nanti yang benar-benar akan dihitung bukanlah berapa banyak ayat yang kita hafal tetapi seberapa banyak cinta yang kita sebarkan. 

Kita akan dikenang bukan karena betapa megahnya rumah ibadah yang kita bangun tetapi karena berapa besar kita telah menjadi ruma bagi sesama. Hiduplah dengan sadar, karena disanalah kita menemukan makna sejati dari keberadaan kita.

Akhir dari Tulisan  ini saya ingin mengutip ajaran rasul paulus  Roma 8:18-30 tentang partisipasi orang kristen dalam penderitaan yang dialami oleh seluruh ciptaan. 

Melengkapi tulisan ini beberapa catan  ayat alkitab menjadi ajaran sesungguhnya sebagai berikut bisa dibaca : Ibrani pasal 13;16, amsal 19:17, ulangan 15: 7-8.

Yesaya 59:10, Apabila engkau menyerahkan kepada kepada orang lapar apa yang kau inginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas, maka terangmu akan terbit dalam gelap. 

Tulisan ini menjadi refleksi saya sendiri sesuai dengan ajaran orang tua saya, mengabdi hidupnya dalam gereja, dan beliau ajarkan tentang Kebenaran  agar kita menjadi cahaya dalam memperjuangkan Kebenaran dan keadilan serta hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat PAPUA.


REVOLUSI KESADARAN DAN KONTEKSTUALISASi  TEOLOGI PEMBEBASAN.


Nesta


#pengikut

@sorotan



Senin, 05 Mei 2025

Rakyat Adalah Tuhan, Istilah Pemerintah Kesesatan Logika

Revolusi Kesadaran

Rakyat Adalah Tuhan, Pemerintah  Ciptaannya,Istilah Pemerintah Kesesatan Logika Dan Manipulasi Kesadaran Palsu

Harus ada pendidikan kritis untuk melahirkan revolusi kesadaran kritis agar tidak terjebak dalam narasi yang menyesatkan dan menyihir paradigma rakyat dengan manipulasi serta kesadaran palsu.  Pendidikan kritis sangat penting dalam membentuk masyarakat yang lebih adil, damai, dan setara. Dengan pendidikan yang baik, manusia bisa berpikir kritis, memahami isu-isu sosial, dan bertindak berdasarkan pengetahuan dan nilai-nilai kemanusiaan serta keadilan.

Hal selama ini tidak kritis adalah istilah pemerintah dan konsep dasar berdirinya suatu negara. Rakyat Adalah Tuhan dan rakyat juga lajak disebut Pemerintah. Karena Istilah Pemerintah itu cocok untuk rakyat, namun alat yang diciptakan Rakyat diberi nama pemerintah adalah manipulasi dan kesesatan logika 

Kontradiksi Negara dan Pemerintah  

Apakah Rakyat Tuhan Diatas Pemerintah Atau Pemerintah Tuhan Diatas Rakyat Inilah satu pertanyaan yang jarang kita pertanyakan akibatnya kesenjangan dan penindasan terhadap rakyat akibat kesalahan nama dan kesesatan logika. Siapa sesungguhnya Tuhannya Negara dan siapa Tuhannya rakyat ini pertanyaan ini tentu terlihat ambiguitas, karena Tuhan adalah Tuhan yang diyakini oleh sebagian orang melalui agama dan keyakinan masing-masing.

Maka jawabannya kita akan menjawab adalah Tuhan itu bukan pemerintah bukan juga rakyat tetapi Tuhan adalah penciptaan semua isi alam semesta dan manusia. Dan pemerintah adalah wakil Tuhan di bumi. Tetapi ini bukan yang diyakini manusia secara individu maupun lewat agamanya tetapi ini persoalan siapa Negara dan pemerintah serta siapa yang menciptakan negara dan pemerintah dialah Tuhan atas ciptaannya. Tentu Tuhan yang lebih besar memiliki kekuatan supranatural  dari Negara dan manusia adalah penciptanya, tetapi kita bahas disini adalah Rakyat Tuhan atas Pemerintah atau pemerintah Tuhan atas rakyat.

Karena itulah kita perlu menjelaskan secara abstrak perbedaan negara dan pemerintah apa tugas dan fungsinya  apa tujuan adanya dan pemerintah dengan memperdalam perbedaan sering kali melahirkan kontradiksi atau penafsiran disamakan antara pemerintah dan Negara. Sering kali kita tidak bertanya atas kontradiksi dan kesenjangan antara negara dan pemerintah kerap terjadi atau kita sering menyebut.

Kontradiksi dan kesenjangan ini terjadi akibat salah pemaknaan atau penafsiran yang keliru, sebab kebanyakan orang negara dan pemerintah itu satu pada hal ada perbedaan secara fundamental dan esensinya.

Siapa Tuan Pemerintah Atau Rakyat 

Untuk mengetahui perbedaan antara pemerintah dan negara ini kita kembali pada konsep dasar pembentukan negara dan pemerintahan, siapa yang bentuk negara siapa bentuk pemerintahan dan apa tujuan pembentukan negara dan pemerintah. Untuk menjawabnya diawali pertanyaan adalah apa  dan siapa itu negara ? Jawabannya secara abstrak negara adalah wilayah atau tempat tinggal masyarakat. Didalami bahasa Yunani negara disebut Chora, Chora artinya adalah wilayah atau tempat tinggal manusia atau rakyat.

Terus pertanyaan berikutnya apa dan siapa itu pemerintah ? Sipa siapa yang bentuk pemerintah ? Jawabannya secara singkat kita akan mengatakan pemerintah adalah sebuah organisasi yang dibentuk oleh rakyat untuk membantu kehidupan mereka, memberikan perlindungan dan memberikan jaminan keselamatan serta bekerja untuk mereka. 

Disini sangat jelas bahwa pemerintah itu adalah pelayan rakyat atau abdi rakyat. Jadi apabila negara diartikan sebagai pemerintah itu pergeseran atau penyimpangan makna karena negara dan pemerintah beda makna juga berbeda definisinya.

Peradaban Konsep Modern Yunani

Semua konsep modern yang diadopsi sebagian besar negara di dunia tentang sistem negara dan demokrasi serta pemerintahan adalah Yunani. Karena itulah Yunani adalah salah satu tempat atau pusat peradaban dunia  lahirnya konsep negara dan pemerintahan modern di dunia ini Yunani juga melahirkan filsuf besar seperti Socrates plato dan Aristoteles juga filsuf lainya.

Pemikiran dari filsuf Yunani jugalah telah memberikan kita pengertian bahwa pemerintahan adalah milik rakyat atau yang disebut dengan demokrasi. Demokrasi sendiri berasal  bahasa Yunani dari kata Demos Kratos, kata demos yang artinya adalah rakyat sementara itu kata Kratos artinya artinya adalah majikan, pemilik, tuan dan dewa atau Tuhan. Dengan pengertian dan asal usul kata demokrasi tersebut telah memberikan kita pengertian bahwa Rakyat adalah tuan atau Tuhan pemilik pemerintahan.

Kita bisa mengartikan demokrasi yang artinya rakyat dan rakyat adalah majikan bisa kita sebut rakyat itu penguasa atas pemerintah. Hal ini juga berhubungan juga dengan istilah dalam bahasa lain menyebutkan bahwa,” Fox Populi Fox Dei” yang artinya “Sura rakyat adalah suara Tuhan” atau kehendak rakyat adalah kehendak Tuhan.

Karena itulah kehendak rakyat yang adalah manusia hidup di suatu wilayah yang tadinya bersepakat bentuk negara dan pemerintahan sebagai alat untuk bekerja buat mereka. Kehendak rakyat juga adalah dasar berdirinya negara dan kontitusi negara berdiri dalam kehidupan suatu masyarakat. 

Konsep Dasar Negara Dan Pemerintah

Dari penjelasan dan pengertian tentang negara juga pemerintah memberikan kita dasar dari negara dan pemerintah mengingatkan kita pada konsep negara dan pemerintahan dalam filsafat moral Thomas Hobbes dan tokoh Realisme Jhon Lacke penerus hobbes.

Konsep negara menurut Thomas Hobbes bahwa Negara adalah Leviathan, Leviathan artinya Monster laut yang besar. Menurut hobbes negara itu seperti monster laut yang besar dibentuk bisa menelan, menguasai  mengontrol  mengendalikan dan mengawasi serta melindungi semua. Namun menurut Thomas negara bisa menguasai semua tetapi harus memiliki kontitusi atau aturan yang jelas untuk melindungi, memelihara, merawat kepentingan publik atau kepentingan rakyat. Karena Hobbes dalam filsafat moral mengatakan bahwa sebelumnya kehidupan manusia dan alam semesta hidup dalam kebebasan tanpa dikontrol dan diawasi oleh kekuasaan termasuk tidak ada negara.

Manusia secara individu memiliki kewenangan dan kebebasan serta hak individu tidak ada batasan atau aturan yang membatasi setiap individu. Mereka hidup dalam kebebasan berjuang masing-masing untuk mencapai keinginannya dengan ego serta potensi eksistensial untuk keluar dari  kehidupan lama ke kehidupan baru. Maka saat itu manusia bisa disebut sebagai serigala atas manusia lainya untuk mencapai keinginan individu didorong ego bisa berpotensi konflik. 

Untuk itulah individu manusia yang adalah masyarakat hidup di suatu wilayah bersepakat untuk membentuk negara sebagai alat untuk bekerja bagi mereka. Masyarakat atau manusia secara individu tersebut juga memberikan kewenangan dan hak-haknya kepada negara untuk mengawasi mengontrol dan melindungi kepada negara di dalamnya  pemerintahan dibentuk.

Sementara itu Menurut Jhon Lacke dalam filsafat  politik dan realismenya mengatakan Negara adalah alat kontrak sosial dibentuk sebagai alat kerja bagi rakyat. Menurut Lacke “ Negara alat kontrak Sosial” diberikan kewenangan dan hak-hak pengelolaan terbatas kepada negara. Artinya masyarakat atau manusia secara individu memiliki hak-hak dan kewenangan kepada negara untuk bekerja bagi mereka. Namun rakyat atau manusia secara individu tidak pernah memberikan kewenangan dan hak-hak  sepenuhnya kepada negara namun diberikan kewenangan terbatas untuk mengelola mengawasi dan melindungi hak-hak individu tersebut.

Teori Agama Konsep Penciptaan 

Dilihat dari penjelasan tentang awal berdirinya negara dan diciptakannya pemerintahan organisasi yang diberi nama istilah pemerintah tersebut mengingatkan kita pada teori agama tentang penciptaan manusia.Dalam kitab perjanjian lama yaitu kita kejadian  yang berbicara tentang Tuhan menciptakan  segala isi di planet bumi ini segalah isinya, langit dan isinya dan juga di laut selama 5 hari. 

Setalah Tuhan menciptakan semua isi alam semesta ini dengan berpasangan hewan, tumbuhan yang di darat maupun di udara juga yang hidup di laut laut tidak sendirian. Hal ini juga berhubungan dengan hukum 12 hukum alam semesta dan salah satu hukumnya adalah hukum  polaritas dimana segala sesuatu selalu ada pasangan misalnya siang dan malam, terang dan gelap, tertawa dan menangis maskulin dan feminin.

Kembali pada hukum penciptaan bahwa selama 5 hari di menciptakan semua hewan tumbuhan buah- buahan dan segala macam isinya, pada hari ke 6 Tuhan berpikir terhadap semua dia ciptakan. Kemudian Tuhan merasa ada yang kurang dari semua hal dia ciptakan itu lalu Tuhan berpikir bahwa semu ciptaan ini untuk apa, siapa yang menikmati, siapa yang merawat dan melindunginya.

Setelah itu Tuhan memutuskan manusia dari tanah tujuan utama Tuhan berpikir menciptakan manusia sebagai pemimpin untuk semua ciptaan sebelumnya. Agar manusia menjadi pemimpin atas semua ciptaan Tuhan agar manusia memimpin, memelihara, merawat, melindungi dan menikmati ciptaan untuk menjaga keseimbangan kehidupan alam dan manusia.

Pada awalnya Tuhan menciptakan Adam terlebih dahulu kemudian Tuhan berpikir adam seorang diri tidak bisa melindungi dan memelihara ciptanya. Untuk menjaga keseimbangan dan menjadi mitra kerja untuk sama-merawat ciptaan tuhan menciptakan hawa. Tuhan Menciptakan hawa bukan menjadi pembantu atau pelayan, sebab Tuhan mengambil tulang rusuk adam dari rusuk di  samping artinya adam dan hawa berjalan setara berdampingan bukan depan belakang atau tulang kaki dan tulang kepala depan. Tuhan juga mengambil tulang dari dekat dengan ketiak dan tangan supaya saling merangkul saling kerja sama.

Hal ini berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan karena tuhan menciptakan semua hewan berpasangan untuk menjaga keseimbangan. Dimana dalam hukum alam semesta yaitu  hukum yang ke 10 tentang hukum polaritas berbicara tentang Yang dan Yin. Kemudian hukum alam semesta yang ke 12 tentang hukum kesetaraan feminisme.

Tuhan menciptakan manusia pada hari ke 6 kemudian memberikan madat kepada Adam dan Hawa atau kepada manusia ciptanya diberikan mandat penuh untuk memelihara, melindungi merawat melestarikan semua ciptaan. Manusia diberikan madat atau kewenangan  secara langsung kepada manusia menjadi pemimpin atas ciptaan, termasuk hak-hak untuk menjaga keseimbangan.

Mandat dari Tuhan tersebut sangat jelas diberikan kepada manusia secara personal, maka berdasarkan mandat dan kewenangan Tuhan berikan itu digunakan untuk membentuk alat yang namanya  negara.Selanjutnya rakyat juga menciptakan organisasi yang disebut pemerintah untuk menggunakan negara untuk memelihara dan merawat serta bekerja untuk rakyat yang merupakan manusia ciptaan Tuhan.

Hal ini memberikan kita pengertian bahwa memiliki mandat dan kekuasaan atas semua ciptaan adalah manusia secara individu kemudian manusia menciptakan negara dan pemerintah. Tidak dapat dibenarkan juga apabila pemerintah adalah wakil Allah di dunia sesungguhnya hanya manipulasi membenarkan keberadaan mereka dan untuk menindas rakyat. Kapan dan dimana Tuhan memberikan mandat kepada pemerintah sebagai wakil Tuhan di dunia?

Narasi ini hanya narasi kosong dan dalil yang digunakan untuk merampas dan memonopoli hak-hak rakyat diberikan mandat langsung oleh Tuhan. Pemerintah wakil Allah bisa dikatakan logika sesat atau paradigma menyesatkan semua orang supaya mereka menjadi penguasa diatas penciptanya yaitu rakyat. Karena Negara dan pemerintah hasil ciptaan rakyat untuk bekerja atau menjadi pelayan rakyat.

Ciptaan Menyalahgunakan Mandat 

Dari pengertian dan konsep dasar berdirinya negara dan di dalamnya pemerintah yang diberikan kewenangan oleh individu dalam masyarakat maka rakyat Tuan atau bos atau majikan sang pencipta memiliki kuasa diatas negara.Jadi jikalau negara dan  pemerintah termasuk dewan perwakilan rakyat DPR membuat undang-undang namun bertentangan dengan kehendak rakyat maka undang-undang tersebut inkonstitusional atau ilegal.

Dari inkonstitusional tersebut efek yang ditimbulkan luar biasa yaitu penindasan dan perampasan. Efek yang ditimbulkan dari inkonstitusional tersebut juga adalah pemerintah bisa atau boleh di Impeachment dan dewan perwakilan rakyat DPR bisa dibubarkan oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sekaligus pemilik atas negara dan pemerintah.

Karena yang menjadi permasalahannya adalah terlalu banyak produk undang-undang yang dilahirkan oleh pemerintah bersama DPR namun kebanyakan inkonstitusional alias bertentangan dengan amanat atau bertentangan kehendak rakyat semua kepentingan oligarki pemerintah. Di sini kami tidak bisa memberikan contohnya satu persatu sebab jumlah undang-undang terlalu banyak  yang terindikasi korup dan inkonstitusional itu sangatlah banyak di Indonesia ini. Jika dijumlahkan bisa mencapai 90% an persen .

Dari semua undang-undang inkonstitusional  yang diciptakan pemerintah yang terbaru undang-undang Menembus Men Law undang-undang TNI dan lainya kita tahu bahwa ini semua ada sebuah indikasi kuat telah terjadi usaha kudeta serius terhadap kedaulatan rakyat. Mereka ingin  merebut kedaulatan negara dari tangan  pencipta atau pemilik sah yaitu  rakyat ke tangan pemerintah yang tadinya hanya mandataris dengan kata lain wakil rakyat atau pembantu rakyat.

Pemerintah Menjalankan Mandat 

Untuk memahami lebih jelas kita menjelaskan secara abstrak menggunakan analogi sederhana atau simpelnya, apa perbedaan pemilik dan mandataris. Ibaratnya saya punya tanah lalu saya memberikan mandat kepada seseorang dengan menggunakan nama saya untuk mengelola tanah ini. Tentu sebagai pemilik saya akan memberikan syarat atau sebuah perjanjian bahwa mandataris itu bisa kelola tanah tapi harus menyetorkan sebagian besar hasil  tanah kepada saya lalu sebagian kecil boleh dia dapat atau ambil. Itulah arti mandataris. Jadi mandataris bukanlah pemilik tetapi utusan, pemilik itu adalah rakyat dan pemegang mandataris itu presiden dan DPR yang disebut pemerintah memberikan tugas sebagai utusan atau mandataris atau pembantu rakyat.

Dari sini kita melihat sangat jelaslah bahwa betapa kejamnya selama ini telah terjadi korup yang sangat luar biasa dan menyalahgunakan kewenangan yang diberikan rakyat kepada pemerintah sebagai pembantu. Dalam sistem bernegara dimana mandataris atau utusan pembantu rakyat tersebut mengudeta hak kepemilikan kekuasaan rakyat atau hak kedaulatan negara dari tangan rakyat oleh pembantu. 

Ciptaan Mengudeta Kedaulatan Sang Pencipta 

Kedaulatan dan kekuasaan yang dimiliki rakyat dikudeta dengan berbagai manipulasi dan dalil oleh ciptaan adalah yang sengat tidak etnis dibubarkan.Karena hal ini  tindakan yang terpuji dan sangat kejam juga pengkhianatan terhadap pencipta yang merupakan ahli waris dari atas negara. Yang jauh lebih kejam dan  lebih mengejutkan adalah kudeta hak kedaulatan rakyat ini bukan sesuatu serta merta tetapi sesuatu yang terjadi secara subconsiunes atau alam bawa sadar kita.

Seperti kita sudah jelaskan sebelumnya bahwa di dalam sebuah negara rakyat itu seperti Tuhan atau sang pencipta tapi coba bayangkan organisasi yang dibentuk oleh rakyat yang bertujuan untuk melayani dan membatu mereka (rakyat) dinamai lagi pemerintah. 

Hal ini kita anggap biasa bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan mungkin juga berpikir pemberian nama pemerintah bukanlah kesalahan yang tidak disengaja dan tidak perlu dipersoalkan tetapi ini adalah sebuah manipulasi pemberian nama pemerintah. Manipulasi yang menyihir semua manusia di muka bumi ini agar semua orang tidak tahu bahwa sesungguhnya mereka adalah majikannya yang punya kuasa harus dihormati. Tetapi yang kita saksikan tiba-tiba mereka ini tunduk bersujud dan menjadi bawahan dari pembantu atau dibawah ciptaannya tadi.

Yang seharusnya kaki rakyat menginjak diatas kepala pembantu atau kepala pelayan justru terbalik, kini kaki pembantu atau kaki pelayan injak diatas kepala majikan atau tuanya sekaligus penciptanya. Bukankah rakyat yang merupakan pencipta harus berhak  injak-injak  kepala pelayan atau pembantu (pemerintah ) karena yang berkuasa adalah sang pencipta ? Sebaliknya pencipta menginjak kaki diatas kepala rakyat.

Kesalahan Pemberian Nama Melahirkan Penyimpangan.

Ini akibat kesalahan nama tadi, pemberian nama pemerintah adalah sebuah manipulasi dan sengaja diberikan nama pemerintah. Karena istilah pemerintah itu merupakan orang yang diperintah maka nama pemerintah  sebuah manipulasi yang sangat dalam, sebab kita mencari penjelasan dari kata pemerintah artinya sangat jelas bahwa adalah orang yang memerintah atau atasan yang memberikan perintah kedudukan level paling atas dan punya kekuasaannya.

Ini sangat bisa dikatakan sangat  kejam tetapi juga  kekeliruan dan manipulasi sangat luar biasa dengan pemberian nama pemerintah. Nama yang  harusnya dan  layak atau cocok adalah diberi nama pembantu tau pelayan. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana bisa terjadi seperti sekarang kita saksikan aneh tapi ini nyata bayangkan “Ciptaannya memerintah Penciptanya”. Bukankah ini sebuah kesalahan fatal, dan ini merupakan sebuah kesesatan logika yang luar biasa dan sangat miris manipulasi dan pembodohan rakyat tidak pernah sadar.

Ini adalah yang awal kami sebut dengan penyimpangan yang luar biasa dan kesesatan paradigma yang sedang terjadi akibat  kesalahan pemberian nama pemerintah seharusnya rakyat itu pemerintah dan pemerintah itu kasih nama pelayan. Jika sudah memahami baca penjelasan ini  jangan pernah kita katakan apalah arti sebuah nama, “tidak” salah memberi nama impact-nya berpengaruh bisa jungkir balik dunia. Dan sihir dan paradigma sesat ini sudah mempengaruhi dunia akibatnya  penindasan  terhadap rakyat terjadi.

Karena nama itu legitimasi dan memiliki kuasa menjelaskan fungsi dan tugas dan nama selalu memberikan dampak yang terjadi. Ini Bukan hanya di Indonesia tetapi di negara-negara lain sudah menggunakan nama hasil manipulasi untuk kepentingan dan kudeta kedaulatan rakyat.

Istilah Pemerintah Manipulasi dan Kesesatan Logika

Jika di Indonesia kita menyebutnya pemerintah bahasa inggrisnya disebut goverment  tetapi kita tahukah apa artinya goverment. Govern yang artinya adalah pengendali atau mengendalikan sedangkan Men artinya adalah pikiran ( pengendali pikiran). Ini artinya kita bicara soal subconsiuness atau mengendalikan alam bawah sadar, tahukah kita bahwa istilah adalah istilah langitan atau turun dari langit. Sebab yang boleh memerintah itu adalah Tuhan atau dewa karena mereka adalah pencipta maka merekalah yang memerintah .

Kita coba ingat kembali peradaban Mesir guno atau Yunani  atau jaman feodalisme film tentang raja-raja dulu itu menjuluki diri mereka sebagai jelmaan dari dewa seperti Firaun di Mesir dan raja Yunani kuno seperti dewa Zeus  Itulah sebabnya mereka menggunakan istilah pemerintah untuk manipulasi dan mengudeta kekuasaan.

Tetapi peradaban modern yang dibawah oleh Yunani tepatnya di Athena menjelaskan kepada kita bahwa dewa atau Tuhan tadi adalah rakyat. Karena rakyatlah mendirikan negara sekaligus menciptakan pemerintah makanya disebut demonskratos  artinya rakyat adalah Tuhan atau tuan dan rakyat adalah pemerintah. Jadi seharusnya yang  memerintah itu adalah Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas  organisasi  yang dibentuk dalam negara salah beri nama pemerintah tersebut.

Sekarang realitas kita saksikan siapa yang dia perintah ?  Yang terjadi logika terbalik dan kesesatan sebab pelayan, pembantu, utusan atau mandatarisnya yang tadi sedang memerintah majikannya. Ini seharusnya majikan memerintah pembantu atau pelayan bukan pelayan memerintah majikan, inilah kesesatan dan kekeliruan sangat biadab. Bagaimana pemilik atau pencipta yang diperintah oleh pelayan yang diberikan tugas memerintah tuan atau pemiliknya keterlaluan dan sangat kurang ajar sekali bukan, ini sangat keterlaluan dan tidak ada penghormatan sama sekali. 

Dari penjelasan dalam tulisan ini memberikan penyadaran nya bahwa apa yang seharusnya dilakukan, dan siapa yang sebenarnya berkuasa atas negara juga siapa yang sesungguhnya pemerintah. Dengan menyadari hal  ini kita harus berpikir pendidikan kritis menyiapkan kader revolusioner atau Revolusi kesadaran di negeri yang rakyat tertindas bahwa merekalah sesungguhnya penguasa dan pemilik atas suatu negara. 

Revolusi Kesadaran Dan Pergantian Nama 

Revolusi kesadaran kritis bukan hanya di Indonesia, bukan hanya kita di Papua tetapi di seluruh dunia bahwa yang berkuasa dan pemerintah adalah rakyat dan nama pemerintah harus diganti rakyat disebut pemerintah dan pemerintah ganti namanya menjadi pelayan atau pembantu.

Pergantian nama ini hal yang penting untuk menghindari penindasan istilah ini memberikan legitimasi yang memberikan mereka kekuasaan yang sangat korup otoriter dan sewenang-wenang tidak sesuai amanat atau mandat diberikan. Nama tersebut melegitimasi penyelewengan manipulatif kekerasan perampasan dan pengisapan terhadap pemilik negara dan monopoli hak-hak rakyat. Kita harus mengembalikan Kedaulatan bangsa dan negara kepada pemilik dan trek yang benar dengan diawali pergantian nama dan pemberian nama yang tepat.

Stop menggunakan nama atau istilah goverment atau yang sangat manipulatif, sebab nama ini bisa menipu dan menyesatkan logika serta paradigma rakyat  alam bawa sadar semua orang. Mari kita ganti istilah korup yang dimanipulasi yaitu memerintah tersebut nama yang lebih tepat, ada beberapa istilah ini bisa digunakan misalnya “Pelayan Rakyat” Babu rakyat ”Pembantu Rakyat” “penolong rakyat” abdi rakyat” mandataris rakyat dan  pegawai rakyat pesuruh rakyat. Yang penting nama sesuai dengan mandatnya atau istilah yang tepat agar tidak menimbulkan menyalahgunakan kewenangan dan manipulatif.

Hal yang sangat penting dan fundamental adalah penamaan atau istilah ini kita gunakan secara kompak satu suara. Dari sekian istilah di atas satu istilah sebagai alternatif kita putuskan satu suara untuk menggunakan satu istilah yang tepat menurut saya adalah pelayan rakyat. Sebarkan ini kepada seluruh rakyat ini tertantang revolusi kesadaran kritis terhadap kekuasaan yang menindas rakyat. Sebarkan kebenaran kepada  rakyat untuk selalu kritis melihat sesuatu dan menggunakan istilah yang tepat terhadap sesuatu.

Penamaan bukan hanya  sebuah istilah tetapi ada spirit atau roh  didalamnya dari nama yang kita gunakan atau menamai terhadap sesuatu sesuai dengan fungsi dan kegunaannya.  Kepada seluruh rakyat harus sepakat untuk menggunakan istilah yang tepat ini yaitu pelayan rakyat, sebab penamaan ini bukan hanya sebuah istilah tapi ada spirit atau roh didalamnya.

Menggunakan istilah yang tepat agar negara akan berjalan di rel yang benar menggunakan istilah yang salah maka negara akan menggunakan nama melakukan kejahatan terhadap rakyat yang adalah pemilik atas negara dan menjadi majikan atas pelayannya  yang diberikan mandat.

Jika tidak negara akan jatuh dalam kesesatan dan kegelapan, maka diperlukan bukan hanya revolusi kesadaran dan reformasi namun yang diperlukan tetap revolusi secara fundamental dan mendasar yaitu bubarkan sistem bubarkan pemerintah dan DPR buat sistem baru mengganti seluruh pelayan dalam negara.

Revolusi melahirkan sistem baru dan pelayan baru menggunakan alat milik rakyat untuk melayani tuan atau majikannya sesuai amanat.Mari kita berpikir kritis dan gunakan logika menghadapi kejahatan dan manipulasi dengan kesadaran Palsu .

Nesta


Revolusi Kesadaran Kritis.

PENGKULTUSAN DAN FANATISME BUTA MEMBUNUH NALAR

FENOMENA PENGKULTUSAN DAN FANATISME BUTA MEMBUNUH NALAR Kepatuhan buta dan fanatisme pengkultusan melahirkan patronisme adalah tantangan dan...