Apakah media sosial toktok Facebook dan instagram dan X ini kandang monyet ?Pertanyaan ini memang terdengar kasar bukan tatapi kata para filsuf tua mengatakan bahwa:
Kebenaran jarang lahir dari keramahan, tetapi lebih sering lahir dari luka, tantangan hidup, dari pengalaman dan dari perlawanan terhadap kenyamanan palsu.
Maka alasan shikoublade datang platfrom bukan membawa kemarahan tetapi membawa cermin, sebab dalam sejarah peradaban yang paling marah pada cermin adalah mereka yang takut pada wajah sendiri. Jadi apakah media sosial tiktok dan Facebook adalah kandang monyet jawabannya tidak sederhana itu dan tidak sepenuhnya juga salah atau benar.
Sebelum kita lompat ke kesimpulan instan kebiasaan zaman ini dengan tidak mengikuti mulut content creator lain berkoar panjang tanpa data dan narasumber disingkirkan. Mari kita membedah secara berlapis dengan pisau logika dengan peta data dengan kesabaran berpikir yang kini dianggap kuno.
Lapisan dasarnya menurut laporan data resmi toktok Indonesia transparansi report tahun 2023 secara terbuka mengatakan bukanlah area pencarian kebenaran ia adalah laboratorium emosi di dalamnya algoritma lebih menyukai gejolak ketimbang kebijaksanaan . Emosi dipercepat tetapi rasionalitas diperlambat emotional engagement bukan critical training itulah mata hari menggerakkan planet media sosial tiktok dan Facebook.
Sementara pada artikel atlantic tahun 2020 menulis The viral becomes vital yang ramai jadi vital sementara yang dalam dikubur dalam keheningan maka shikoublade bertanya apakah kandangnya yang rusak atau spesies yang memadati nya ?
Shikoublade memilih jawaban kera, bukan kandang yang menciptakan monyet, monyetlah yang menjadikan kandang sebagai habitat kebodohan kolektif. Dengan pengamatan tajam dan data lapangan shikoublade menamai mereka spesies primata digital dan membagi spesies tersebut dalam beberapa klasifikasi:
Pertama : spesies joget kosong, dari sumber data tiktok Indonesia user behavior tahun 2023 oleh data portal dikonfirmasi dengan riset pusat studi media sosial Indonesia tahun 2024 bahwa:
Pertama : Revolusi spesies primata digital ini menari bukan dengan seni melainkan dengan harga diri berpacu mengejar tren membiarkan kehormatan mereka larut dalam gelombang viralitas tanpa sadar tindakan kecil penuh euforia ini membukakan pintu bagi pelecehan budaya yang kerap dianggap hal yang lumrah.
Ke dua : spesies repost tanpa akal dari sumber studi copycat content tiktok oleh influence grade Tahun 2022 mengidentifikasi.
Spesies ini adalah spesies mencuri konten, mengedit, menambahkan pont kekinian dan bahkan menyelipkan iklan judi online lalu merasa layak disebut kreator diatas hasil karya original orang lain.
Tanpa menyebut narasumber serta tidak memperhatikan apakah itu copyright, kreativitas diubah menjadi kompetisi rampasan.
Ke tiga : Spesies komentar lebay , dari sumber Realita kebiasaan spesies ini selalu menggunakan mantra yang terus diulang seperti setuju banget bro relate parah saya banget, tanpa analisis dan tanpa sumber.
Komentar berubah menjadi insting refleks bukan dijadikan instrumen berpikir
Ke empat spesies motivator pisang dari sumber riset pycycological impact of motifational content di jurnal of media pycycology tahun 2022.
Spesies ini bukan terlahir dari bawah tapi dari atas dan mengutip keajaiban, menjual harapan menghapus usaha dan menghapus kekejaman sistem saat ini. Mengemas warisan orang tuanya sebagai kebijaksanaan.
Ke lima spesies netizen penggembira , spesies yang membagikan karena lucu bukan karena logis. Dalam zaman dimana relate lebih berharga daripada benar, tragedi intelektual adalah harga yang dibayar.
Ke enam spesies pengemis online, dari sumber kominfo Indonesia kasus eksploitasi keluarga untuk konten 2023.
Spesies ini penjual kesedihan keluarga mengutip nama agama memamerkan keputusasaan rela terlihat bodoh, segala aib dibeberkan hanya sekedar mendengar tanpa data dan sumber serta anak-anak jadi konten dan alat monetisasi.
Ke Tuju: spesies filosofi palsu dari sumber analisis aliterasi filosofi media sosial litbang kompas tahun 2023. Spesies mengutip Nietzsche plato kierkegaard tanpa memahami pikirannya. Biji kebijaksanaan mereka sebatas status medsos dan caption agar terlihat keren
Ke delapan : pembagi giveaway spesies pembeli logika manusia dengan hadia palsu follower dihitung bukan ide kredibilitas digadaikan untuk angka semu.
Ke sembilan : Spesies brazzer dan polisi emosi, mereka yang bertepuk tangan pada setiap arus mengecam setiap kesunyian berpikir. Mereka yang mengira logika berpikir bisa dikalahkan oleh trending topik narasumber lihat komentar.
Kesimpulannya bukan tiktok facebook X dan instagram yang merusak pikiran manusia tetapi ketidakmampuan berpikir, kehausan validasi dan ketakutan menjadi sunyi.
Inilah memproduksi di zaman ini, zaman follower lebih dihormati daripada filsuf. Like lebih menentukan martabat daripada logika.
Kebisingan lebih disembah daripada kebenaran ketika manusia lebih menyerahkan akalnya kepada algoritma maka, algoritma akan menjadi pemimpin dan memimpin dengan satu tujuan yaitu merusak dan mengontrol pikiran manusia.
Algoritma memimpin pola pikir manusia membuat kita tetap menari dalam emas ilusi yang kita bangun sendiri. Solusinya bukan menghapus media sosial kita dari tiktok facebook dan media x ataupun kembali pada zaman batu.
Karena secara logis manusia zaman batu pun masih menggunakan akalnya bukan menggunakan tarian joget untuk bertahan hidup di zaman tersebut.
Hal yang mungkin bisa dilakukan adalah disiplinkan jempol, disiplinkan nalar, jempol harus harus tunduk pada kepala bukan kepala tunduk pada jempol.
Bangun otak bukan akun, biarkan akalmu yang lebih berat daripada akun media sosial. Perlu latihan jeda logis, sebab emosi itu makanan empuk algoritma sementara logika adalah musuh algoritma.
Kita juga pahami arus lawan jika perlu, arus vilaritas bukanlah sepenuhnya arus kebenaran, gunakan platfrom bijak jangan jadi budaknya.
Media sosial facebook atau tiktok alat, gunakan alatnya rasional tetapi jangan tiktok atau Facebook yang memainkan kita tetapi usahakan kita yang memainkan atau menggunakan.
Jadi ingin komentar silahkan tidak setuju silahkan jika setiap komentar perlu data fakta dan argumen logis. Jangan hanya baper dan membawa sifat anak-anak mami pipimu komentar disini.
Karena logika dan realitas tidak memerlukan status dan perasaanmu, setuju, sangat baik, jangan hanya ketik setuju di komentar bro, bangunlah percakapan asah logika seperti pedang yang berkilau tajam depan belakang.
Yang membagikan konten ini jangan hanya membagikan saja terlihat keren. Dalam dunia shikoublade tepuk tangan bukan ukuran nalar adalah mahkota.
Pedang diciptakan bukan aksesoris tetapi pedang untuk menjaga dan menembus dari daging sampai tulang, dari ilusi ke realitas.
Logika akan mati ketiga manusia mati tetapi manusia hidup logika mati adalah kebodohan.
#Sumber_Shikoublade.
#Edidor_Penulus #Nesta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar