Minggu, 11 Mei 2025

Budak Algoritma Media Sosial

Apakah media sosial toktok Facebook dan instagram dan  X  ini kandang monyet ?Pertanyaan ini memang  terdengar kasar bukan tatapi kata para filsuf tua  mengatakan bahwa: 

Kebenaran jarang lahir dari keramahan, tetapi lebih sering lahir dari luka, tantangan hidup,  dari pengalaman dan dari perlawanan terhadap kenyamanan palsu.

Maka alasan shikoublade  datang platfrom  bukan membawa kemarahan  tetapi membawa cermin, sebab dalam sejarah peradaban yang paling marah pada cermin adalah mereka yang takut pada wajah sendiri. Jadi apakah media sosial tiktok dan Facebook  adalah kandang monyet  jawabannya tidak sederhana itu dan tidak sepenuhnya juga salah atau benar.

Sebelum kita lompat ke kesimpulan instan  kebiasaan zaman ini dengan tidak mengikuti mulut content creator lain berkoar panjang tanpa  data dan narasumber disingkirkan. Mari kita membedah secara berlapis dengan pisau logika dengan peta data dengan kesabaran berpikir yang kini dianggap kuno.

Lapisan dasarnya menurut laporan data resmi toktok Indonesia transparansi  report  tahun 2023 secara terbuka  mengatakan bukanlah area pencarian kebenaran ia adalah laboratorium  emosi di dalamnya  algoritma lebih menyukai  gejolak ketimbang kebijaksanaan . Emosi dipercepat tetapi rasionalitas diperlambat emotional  engagement  bukan critical  training  itulah mata hari menggerakkan  planet media sosial tiktok dan Facebook.

Sementara pada artikel atlantic  tahun 2020 menulis The viral  becomes vital  yang ramai jadi vital sementara yang dalam dikubur dalam keheningan maka shikoublade  bertanya  apakah kandangnya yang rusak atau spesies yang memadati nya  ?

Shikoublade memilih jawaban kera, bukan kandang yang menciptakan monyet, monyetlah yang menjadikan kandang sebagai habitat kebodohan kolektif. Dengan pengamatan tajam dan data lapangan shikoublade menamai mereka spesies primata digital dan membagi spesies tersebut dalam beberapa klasifikasi:


Pertama : spesies joget kosong, dari sumber data tiktok Indonesia user behavior  tahun 2023 oleh data portal dikonfirmasi  dengan riset pusat studi media sosial Indonesia  tahun 2024  bahwa: 

Pertama : Revolusi spesies primata digital ini menari  bukan dengan seni melainkan dengan harga diri berpacu mengejar tren  membiarkan kehormatan mereka larut dalam gelombang viralitas tanpa sadar tindakan kecil penuh euforia  ini membukakan pintu bagi pelecehan budaya yang kerap dianggap hal yang lumrah.

Ke dua : spesies repost  tanpa  akal  dari sumber studi copycat  content tiktok oleh influence  grade Tahun 2022 mengidentifikasi.

Spesies ini adalah spesies  mencuri  konten, mengedit, menambahkan pont kekinian dan bahkan menyelipkan iklan judi online lalu  merasa layak disebut kreator diatas hasil karya original orang lain. 

Tanpa menyebut narasumber serta tidak memperhatikan apakah itu copyright, kreativitas  diubah menjadi kompetisi rampasan.

Ke tiga : Spesies komentar lebay , dari sumber Realita kebiasaan spesies ini selalu menggunakan mantra yang terus diulang  seperti setuju banget bro relate parah saya banget, tanpa analisis dan tanpa sumber.

Komentar berubah menjadi insting refleks bukan  dijadikan instrumen berpikir 

Ke empat spesies motivator pisang  dari sumber riset pycycological  impact of motifational content  di jurnal of media pycycology  tahun 2022. 

Spesies ini bukan terlahir dari bawah tapi dari atas dan mengutip keajaiban, menjual harapan menghapus usaha dan menghapus kekejaman sistem saat ini. Mengemas warisan orang tuanya sebagai kebijaksanaan.

Ke lima spesies netizen penggembira , spesies yang membagikan karena lucu  bukan karena logis. Dalam zaman dimana relate lebih berharga daripada benar, tragedi intelektual adalah harga yang dibayar.

Ke enam spesies pengemis online, dari sumber kominfo Indonesia kasus eksploitasi keluarga untuk konten 2023. 

Spesies ini penjual kesedihan keluarga  mengutip nama agama  memamerkan keputusasaan rela terlihat bodoh, segala aib dibeberkan hanya sekedar mendengar tanpa data dan sumber serta anak-anak jadi konten dan alat monetisasi.

Ke Tuju: spesies filosofi palsu dari sumber analisis aliterasi filosofi media sosial litbang kompas tahun 2023. Spesies mengutip Nietzsche  plato kierkegaard  tanpa memahami pikirannya. Biji kebijaksanaan mereka sebatas status medsos  dan caption agar terlihat keren 

Ke delapan : pembagi giveaway spesies pembeli logika manusia dengan hadia palsu follower dihitung bukan  ide kredibilitas digadaikan untuk angka semu.

Ke sembilan : Spesies brazzer dan polisi emosi, mereka yang bertepuk tangan pada setiap arus mengecam setiap kesunyian  berpikir. Mereka yang mengira logika berpikir bisa dikalahkan oleh trending  topik  narasumber lihat komentar.

Kesimpulannya bukan tiktok facebook X dan instagram yang merusak pikiran manusia tetapi ketidakmampuan berpikir, kehausan validasi dan ketakutan menjadi sunyi. 

Inilah memproduksi di zaman ini, zaman follower lebih dihormati daripada filsuf. Like lebih menentukan martabat daripada logika.

Kebisingan lebih disembah daripada kebenaran ketika manusia lebih menyerahkan akalnya kepada algoritma maka, algoritma akan menjadi pemimpin dan  memimpin  dengan satu tujuan yaitu merusak dan mengontrol pikiran manusia. 

Algoritma memimpin pola pikir manusia membuat kita tetap menari dalam emas ilusi yang kita bangun sendiri. Solusinya bukan menghapus media sosial kita dari tiktok facebook dan media x  ataupun kembali pada zaman batu.

Karena secara logis manusia zaman batu pun masih menggunakan akalnya bukan menggunakan tarian joget untuk bertahan hidup di zaman tersebut.

Hal yang  mungkin bisa dilakukan adalah  disiplinkan jempol, disiplinkan nalar, jempol harus harus tunduk pada kepala bukan kepala tunduk pada jempol. 

Bangun otak bukan akun, biarkan akalmu yang lebih berat daripada akun media sosial. Perlu latihan jeda logis, sebab emosi itu makanan empuk algoritma sementara logika adalah musuh algoritma. 

Kita juga pahami arus lawan jika perlu, arus vilaritas bukanlah sepenuhnya arus kebenaran, gunakan platfrom bijak jangan jadi budaknya.

Media sosial facebook atau tiktok alat, gunakan alatnya rasional  tetapi jangan  tiktok atau Facebook yang memainkan kita  tetapi usahakan kita yang  memainkan atau menggunakan. 

Jadi ingin komentar silahkan tidak setuju silahkan jika setiap komentar perlu data fakta dan argumen logis. Jangan hanya baper dan membawa sifat anak-anak mami pipimu  komentar disini. 

Karena logika dan realitas tidak memerlukan status dan perasaanmu, setuju, sangat baik, jangan hanya ketik setuju di komentar bro, bangunlah percakapan asah logika seperti pedang yang berkilau tajam depan belakang.

Yang membagikan konten ini  jangan hanya membagikan saja terlihat keren. Dalam dunia shikoublade tepuk tangan bukan ukuran nalar adalah mahkota. 

Pedang diciptakan bukan aksesoris tetapi pedang untuk menjaga dan menembus  dari daging sampai tulang, dari ilusi ke realitas.

Logika akan mati ketiga manusia mati tetapi manusia hidup logika mati adalah kebodohan.


#Sumber_Shikoublade.

#Edidor_Penulus #Nesta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGKULTUSAN DAN FANATISME BUTA MEMBUNUH NALAR

FENOMENA PENGKULTUSAN DAN FANATISME BUTA MEMBUNUH NALAR Kepatuhan buta dan fanatisme pengkultusan melahirkan patronisme adalah tantangan dan...