Ada kekeliruan aktivis Papua memaksakan idealisme atas nama kesadaran tanpa memahami kesenjangan pola pikir aktvis, mahasiswa, dan juga pola pikir rakyat Papua secara keseluruhan.Ada kesenjangan pola pikir menjadi penyebab utama untuk membangun kesadaran, sehingga aktvis harus memahami kesenjangan pola pikir yang ada terlebih dahulu.
Kita terkadang memaksa idealisme bahwa semua mahasiswa, semua aktivis dan juga masyarakat itu pola pikir harus sama dengan kita. Ini kekeliruan ibarat kita memaksa semua orang panjat kelapa agar bisa makan kelapa mudah. Pada hal tidak semua orang bisa panjat sehingga satu dua orang tau panjat dan kasih turun buah kelapa biar semua bisa makan minum airnya.
Para aktivis harus memahami kesadaran orang Papua secara umum terlebih dahulu dan memahami pola pikir masyarakat agar membangun kesadaran merangkak keatas atau ibarat memanjat gunung secara perlahan. Kita tidak bisa memaksa orang harus berada di puncak gunung Cycloop lalu menikmati indahnya danau sentani, tetapi kamu yang sudah pernah ke puncak pelan-pelan ajak naik ke puncak gunung. Tetapi tidak bisa juga kamu paksa cepat naik atau harus semua orang di sentani berada di puncak gunung cyclop.
Masyarakat Papua kesadarannya masih kesadaran komunal secara umum termasuk mahasiswa dan aktvis sekalipun, sehingga ada kesenjangan pola pikirnya, kita yang lain cerita memaksa orang untuk memahami estetika danau sentani kami lihat dari atas. Sementara hampir sebagian besar belum pernah sampai di puncak Gunung Cycloop masih bercerita dan pahami keindahan danau sentani berdasarkan apa yang mereka nikmati selama ini saat pulang pergi Waena sentani.
Artinya orang melihat danau sentani dari puncak gunung dan orang kebanyakan tidak memanjat gunung cyclop cara pandang sangat berbeda sehingga ada kesenjangan pola pikir ini mempengaruhi menyeragamkan kesadaran. Di tengah masyarakat Papua masih berada dalam kesadaran komunal kita ingin semua orang harus disadarkan atas realitas penindasan di Papua dengan kesadaran secara ideologis itu sesuatu yang mustahil dalam waktu dekat.
Untuk harus memahami pola pikir dan siapkan metode dengan pertanyaan apa yang terjadi, mengapa dan bagaimana kesadaran itu dibangun. Kemudian kita juga harus punya target jelas kesadaran yang kita inginkan dalam kondisi kesenjangan pola sangat absurds di Papua ini apakah kesadaran mana terlebih dahulu.
Kesadaran itu ada batasan dan ada level kesadaran menjadi target minimal maksimal dan tujuan kesadaran itu sendiri untuk apa. Kita mengharapkan kesadaran reaksioner, kesadaran kritis atau kesadaran ideologis. Jika berdasarkan pola pikir masyarakat masih kesadaran komunal masih komunal tentunya kesadaran reaksioner itu sudah ada tanpa diajar, tanpa diarahkan dan tanpa dikomandoi.
Walaupun ada kesenjangan pola pikir tetapi politik indentitas dan primodialisme dalam kesadaran komunal itu mempengaruhi kesadaran-kesadaran reaksioner sendirinya. Kesadaran reaksioner dengan politik ini sering kali dimanfaatkan oleh kolonial dan borjuis lokal dalam politik praktis selalu menciptakan konflik horizontal. Dengan demikian yang diperlukan adalah kesadaran reaksioner itu bawah ke level kesadaran kritis. Membawa kesadaran reaksioner bawah ke level kesadaran kritis ini sangat maksimal dalam membangun gerakan pembebasan nasional.
Karena dari kesadaran kritis ke level kesadaran ideologis itu satu proyek besar dibutuhkan waktu sampai dengan ratusan tahun dan mungkin juga membutuhkan alat paksa untuk membangun kesadaran rakyat sampai ke Level kesadaran ideologis ketika kita hidup dalam kolonialisme. Dari tiga level kesadaran masyarakat mulai dari kesadaran reaksioner ke level kesadaran kritis butuh tahun, dari kesadaran kritis ke tahapan atau kesadaran ideologis butuh waktu tetapi butuh juga mungkin alat paksa.
Ingat bahwa, negara-negara dunia pertama masyarakatnya bisa mencapai tahapan kesadaran ideologis itu butuh bertahun sampai abad dengan kondisi memaksakan untuk berpikir kritis kemudian muncul kesadaran ideologis sehingga revolusi terjadi rakyat menjadi subjek revolusi.
Kemudian negara-negara dunia ke tiga atau negara berkembang ada negara hanya bisa membangun kesadaran kritis tetapi belum bisa mencapai kesadaran ideologis sekalipun negara yang punya ideologis. Hampir rata-rata di negara berkembang masyarakat hanya mencapai kesadaran kritis sekalipun kesadaran kritis tidak permanen sangat dinamis.
Apalagi negara -negara yang tidak punya ideologi atau negara-negara hanya nasionalisme sangat liberal kesadaran untuk kesadaran ideologis butuh proses yang panjang.karena kesadaran kritis bisa berubah-ubah sebab kesadaran itu sangat dinamis dan dialektis. Misalnya di Indonesia sudah merdeka lama umur 79 tahun tetapi masyarakat masih feodal dan kesadaran masyarakat Indonesia juga masih kesadaran reaksioner.
Pada hal mereka punya akses pengetahuan yang mudah aktivis ideologis cukup banyak di Indonesia termasuk level kesadaran kritis mahasiswa cukup bagus tetapi kesadaran rakyat masih feodal dan kesadaran adalah kesadaran reaksioner. Sekalipun demikian satu hal menjadi pelajaran adalah reformasi 1998 menjadi pelajaran, bahwa aktivis ideologis hanya menjadi pelopor mengerakkan kesadaran kritis di level mahasiswa memicu kesadaran reaksioner rakyat terjadi reformasi di Indonesia.
Pertanyaan kepada aktivis katanya aktivis ideologis bagaimana membangun kesadaran ideologis di rakyat sementara di aktivis gerakan maupun aktivis mahasiswa seharusnya bisa ada kesadaran kritis masih kesadaran reaksioner apa lagi mencapai kesadaran ideologis.
Jika kita tunggu dan membangun gerakan ideologis di Papua dengan target semua aktvis, gerakan, aktivis mahasiswa dan bahkan rakyat harus ada kesadaran ideologis itu perlu waktu 50 tahun lagi. Jangankan kesadaran ideologis untuk membangun kesadaran kritis saja butuh waktu. Dengan demikian minimal itu kesadaran kritis di aktvis baik di lingkaran aktivis atau anggota organisasi dan aktivis mahasiswa serta aktivis sosial atau ekosob menjadi pelopor.
Tidak semua harus dipaksakan menjadi aktvis yang punya kesadaran ideologis banyak secara permanen menjadi syarat revolusi itu tidak bisa. Untuk itu gerakan di Papua harus punya target dalam membangun kesadaran kritis sampai dengan membangun kesadaran ideologis dan kapan perlawanan terhadap kolonialisme dan kapitalisme dimulai.
Jangan sampai kita memaksakan idealisme kita berdampak kontradiksi dengan kesadaran rakyat masih komunal. Sehingga yang terjadi adalah kesenjangan pola pikir, tidak perpaduan prespektif dalam organisasi gerakan sendiri melahirkan stagnan dan hampir degradasi atau demoralisasi apa lagi rakyat Papua.
Mari kita yang aktivis mulai kesadaran kritis terhadap kesenjangan pola pikir kita sesama aktivis terlebih dulu, melihat kesenjangan pola pikir rakyat Papua agar kita tahu bagaimana metode dan memulainya .
Refleksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar