Apakah Papua Ada Praktek Politik Panopticon Dan Dijadikan Daerah Darurat Sipil ?Indonesia Gelap Papua Gelap Gulita
Untuk memahami apa yang terjadi di Papua kita perlu melihat kondisi Papua secara objektif sepanjang tahun 2025 dan awal tahun 2025.
Kemudian dinamika politik dan pemerintahan rezim Prabowo Subianto Gibran Rakabumi Raka berwatak militeristik berusaha militerisasi para kepala daerah gubernur, bupati dan walikota melalui akademi militer Magelang.
Pelatihan dan Pembekalan para kepala daerah mengikuti retreat pelatihan dan Pembekalan di akademi militer Magelang tercium aroma pemerintahan militeristik dan bau aroma order baru.
Rezim Prabowo Subianto Gibran Rakabumi Raka berwatak militeristik berwatak kapitalis kembali hidupkan Dwi Fungsi ABRI seperti jaman orba baru Rezim Soeharto dulu.
Sistem pemerintahan militeristik dan otoritarianisme dimana semua urusan pemerintahan sipil di kontrol dan intervensi militer.
Jika pemerintah rezim Prabowo Subianto Gibran Rakabumi Raka benar-benar diaktifkan kembali ancaman demokrasi, ancaman pelanggaran HAM dan imunitas semakin masif di Papua.
Intervensi militer dalam ruang sipil itu mulai kelihatan di Papua sejak pemilu legislatif dan pemilu presiden selesai tahun 2024.
Militer mulai mempraktekkan operasi intelijen dan intervensi pemerintahan sipil di Papua dengan pendekatan bagi-bagi sembako seperti dinas sosial, masuk ke sekolah dengan atribut lengkap.
Menjadi dinas pendidikan atau menjadi guru-guru dan menjadi Dinas kesehatan melakukan pengobatan dan imunisasi di Papua.
Artinya sebelum presiden dilantik praktek pemerintahan Otoritarianisme dengan mengambil alih fungsi pemerintahan sipil sudah terjadi di Papua.
Papua dijadikan sebagai wilayah atau daerah Darurat sipil dan darurat militer sudah berjalan hampir sepanjang tahun 2024 lalu hingga kini
Setiap aktivitas warga sipil dikontrol dan dikendalikan atau setiap aktivitas dalam pengawasan militer seakan Papua sudah diputuskan sebagai wilayah yang diperlukan darurat sipil.
Disisi lain politik Panopticon terkesan dipetakan oleh militer untuk mengawasi orang asli Papua dalam kehidupan sehari-harinya tanpa kita ketahui.
Bukti politik Panopticon berlaku diterapkan di Papua atau tidak bisa lihat dari berbagai peristiwa politik, kekerasan militer dan kasus kriminalitas di Papua.
Contoh penangkapan elit politik Papua dengan kasus koruptor, penangkapan terhadap aktivis, cepat sekali ditangkap mereka sudah tau lokasi pergerakan mereka.
Kemudian penangkapan beberapa anggota TPNPB seperti Kopi Heluka ditangkap karena mereka memantau lewat jaringan pergerakan misalnya GPS, CCTV dan alat pelacak berbasis teknologi atau network.
Kasus kriminalitas pun sama orang asli Papua Papua yang melakukan kejahatan cepet sekali ditangkap dan diadili.
Sementara kasus-kasus yang diduga dilakukan oleh orang non pribumi (migran) lambat ditangkap dan diadili.
Misalnya kasus di Yahukimo Topias Silak ditembak pelakunya tidak ditangkap sampai sekarang sementara Anggota polisi Mabel bawah lari senjata di Yalimo sekalipun di kampung bisa ditangkap.
Dilihat dari sini selain ini imunitas tetapi bisa dilihat sebagai praktik politik Panoptikon sedang diterapkan terhadap orang asli Papua.
Sehingga setiap kasus berhubungan dengan orang asli Papua cepat sekali diungkap pelakunya diproses hukum semesta kasus yang menjerat militer dan pelakunya bukan orang asli Papua lambat.
Hal ini yang disampaikan oleh Haris Azhar dimana setiap perkara berhubungan dengan orang Papua cepat sekali diproses hukum.
Dengan demikian kondisi ini bisa dilihat sebagai imunitas tetapi bisa juga kita duga ada praktek politik Panatikon terhadap orang asli Papua.
Saya melihat ini lagi pada tanggal 16 februari 2025 beberapa kamera drone terbang di sekitar tempat tinggal saya. Saya mencurigai mereka sedang pantau saya dan aktivitas karena di rumah karena hari Senin tanggal 17 Februari 2025 rencana aksi demo damai pelajar di Jayapura.
Kemudian hari Senin mereka lepas satu kamera drone terbang di sekitar rumah dan pintu masuk rumah orang baru berkeliaran dan satu mobil parkir.
Selain kemungkinan praktek Politik Panoptikon Papua sudah dijadikan wilayah darurat sipil dengan mendominasi aktivitas militer.
Dimana sebelum kepala daerah dipilih melalui pemilu intervensi militer sudah terjadi di Papua. Artinya bahwa orang-orang yang terpilih baru dilantik pun akan tunduk pada komando militer akan diawasi secara ketat.
Papua terancam pemerintahan sipil yang militeristik dan otoritarianisme dalam kepentingan neokolonialisme Pendudukkan dan Kolonialisme Ekploitasi.
Pemerintahan deportisme militeristik dan otoritarianisme melanggengkan kepentingan oligarki sudah terlihat jelas di Papua.
Pemerintahan Otoritarianisme ini tujuannya pertama kolonialisme Pendudukkan dan penguasaan wilayah dan mempertahankan dominasi kekuasaan Kolonialisme.
Berikutnya kolonialisme Eksploitasi sumber daya alam dikuasai negara dalam kendali militer. Perusahaan-perusahaan internasional maupun nasional baik pertambangan mineral batubara, energi minyak bumi dan perkebunan kelapa sawit dan pangan lainnya seperti jagung, padi dan tebu di Papua.
Untuk kepentingan ekonomi Indonesia maka negara akan merampas Sumber Daya Alam yang ada di Tanah hutan maupun dalam laut.
Inilah disebut dengan program hilirisasi dan program pembangunan strategi nasional PSN di Papua.
Ketika rakyat melawan dan memberontak atas tanah yang dirampas, hutan yang digundul dan kekayaan alam yang dirampok maka orang Papua akan berhadapan dengan tangan besi yaitu militer.
Dampak dari semua kepentingan nasional ini pelanggaran HAM akan semakin Masif, deforestasi hutan, merusak lingkungan.
Akibatnya orang Papua akan menghadapi genosida ekosida dan Etnosida secara sistematis masif.
Akibat dari rezim Prabowo Subianto Gibran Rakabumi Raka berwatak militeristik dan praktek pemerintahan Otoritarianisme ini juga akibatnya buruk dan terancam terhadap eksistensi orang asli Papua.
Demokrasi pun akan semakin dibungkam, ketidakadilan semakin Masif pelanggaran HAM serta imunitas akan terjadi secara masif dan struktural.
Papua secara tidak langsung diposisikan sebagai darah darurat sipil secara sistematis masif. Militer akan kendalikan dan mengontrol setiap aktivitas masyarakat termasuk elit politik Papua.
Kebebasan berekspresi akan dibungkam, keadilan hukum akan berangus dan sosial dikebiri nantinya.
Hal itu terlihat jelas saat aksi demo para pelajar Kepolisian sangat represif dan brutal melakukan penangkapan dan pemukulan.
Tuntutan para pelajar melakukan aksi demo damai dengan menolak makanan gratis dan meminta pendidikan gratis di Papua.
Tetapi pemerintah tidak peduli dan tidak merespon tuntutan para pelajar di Papua dengan serius.
Dimana juru bicara istana kepresidenan mengatakan program makan siang gratis di Papua berlanjut dan akan dikawal TNI/polisi di Papua. Kemudian presiden Prabowo Subianto mengatakan program makan siang gratis dilakukan di Papua dikawal TNI dan polisi.
Pemerintahan tidak merespon permintaan para pelajar di tentang pendidikan gratis, jangan di jakarta di Papua DPR Gubernur Bupati dan MPR tidak serius merespon tuntutan para pelajar.
Artinya pembagian makanan gratis hanya politik, pencitraan dan upaya membangun pendekatan persuasif untuk sukseskan program PSN dan hilirisasi di Papua.
Dalam kondisi seperti ini gubernur dan wakil gubernur bupati walikota dan DPR di Papua tidak berani melawan.
Apalagi saat ini mereka fokus bagaimana mereka bisa dilantik oleh presiden untuk memperoleh kekuasaan. Dalam posisi seperti ini mereka tidak berani apalagi setelah dilantik sedang mengikuti pelatihan sistem militer atau disiplin militer di Magelang.
Artinya setelah dilantik resmi sekalipun mereka tidak akan berani melawan jakarta karena mereka dikontrol militer.
Masa Depan Bangsa Papua benar -benar terancam akibat pemerintahan yang militeristik berwatak Kapitalis, Otoritarianisme dan dominasi pemerintahan Deportisme oligarki penguasa.
Indonesia Gelap Papua Gelap Gulita
#PapuaGelapGulita.
#PapuaTerancam
#Pengikut
Untuk mengetahui kita melihat secara kondisi objektif di Papua Papua dan upaya negara militerisasi para kepala-kepala daerah bupati walikota di akademi militer Magelang.
Pelatihan dan Pembekalan para kepala daerah mengikuti retreat pelatihan dan Pembekalan di akademi militer Magelang tercium aroma pemerintahan militeristik dan bau aroma order baru.
Rezim Prabowo Subianto Gibran Rakabumi Raka berwatak militeristik berwatak kapitalis kembali hidupkan Dwi Fungsi ABRI seperti jaman orba baru Rezim Soeharto dulu.
Sistem pemerintahan militeristik dan otoritarianisme dimana semua urusan pemerintahan sipil di kontrol dan intervensi militer.
Jika pemerintah rezim Prabowo Subianto Gibran Rakabumi Raka benar-benar diaktifkan kembali ancaman demokrasi, ancaman pelanggaran HAM dan imunitas semakin masif di Papua.
Intervensi militer dalam ruang sipil itu mulai kelihatan di Papua sejak pemilu legislatif dan pemilu presiden selesai tahun 2024.
Militer mulai mempraktekkan operasi intelijen dan intervensi pemerintahan sipil di Papua dengan pendekatan bagi-bagi sembako seperti dinas sosial, masuk ke sekolah dengan atribut lengkap.
Menjadi dinas pendidikan atau menjadi guru-guru dan menjadi Dinas kesehatan melakukan pengobatan dan imunisasi di Papua.
Artinya sebelum presiden dilantik praktek pemerintahan Otoritarianisme dengan mengambil alih fungsi pemerintahan sipil sudah terjadi di Papua.
Papua dijadikan sebagai wilayah atau daerah Darurat sipil dan darurat militer sudah berjalan hampir sepanjang tahun 2024 lalu hingga kini
Setiap aktivitas warga sipil dikontrol dan dikendalikan atau setiap aktivitas dalam pengawasan militer seakan Papua sudah diputuskan sebagai wilayah yang diperlukan darurat sipil.
Disisi lain politik Panopticon terkesan dipetakan oleh militer untuk mengawasi orang asli Papua dalam kehidupan sehari-harinya tanpa kita ketahui.
Bukti politik Panopticon berlaku diterapkan di Papua atau tidak bisa lihat dari berbagai peristiwa politik, kekerasan militer dan kasus kriminalitas di Papua.
Contoh penangkapan elit politik Papua dengan kasus koruptor, penangkapan terhadap aktivis, cepat sekali ditangkap mereka sudah tau lokasi pergerakan mereka.
Kemudian penangkapan beberapa anggota TPNPB seperti Kopi Heluka ditangkap karena mereka memantau lewat jaringan pergerakan misalnya GPS, CCTV dan alat pelacak berbasis teknologi atau network.
Kasus kriminalitas pun sama orang asli Papua Papua yang melakukan kejahatan cepet sekali ditangkap dan diadili.
Sementara kasus-kasus yang diduga dilakukan oleh orang non pribumi (migran) lambat ditangkap dan diadili.
Misalnya kasus di Yahukimo Topias Silak ditembak pelakunya tidak ditangkap sampai sekarang sementara Anggota polisi Mabel bawah lari senjata di Yalimo sekalipun di kampung bisa ditangkap.
Dilihat dari sini selain ini imunitas tetapi bisa dilihat sebagai praktik politik Panoptikon sedang diterapkan terhadap orang asli Papua.
Sehingga setiap kasus berhubungan dengan orang asli Papua cepat sekali diungkap pelakunya diproses hukum semesta kasus yang menjerat militer dan pelakunya bukan orang asli Papua lambat.
Hal ini yang disampaikan oleh Haris Azhar dimana setiap perkara berhubungan dengan orang Papua cepat sekali diproses hukum.
Dengan demikian kondisi ini bisa dilihat sebagai imunitas tetapi bisa juga kita duga ada praktek politik Panatikon terhadap orang asli Papua.
Saya melihat ini lagi pada tanggal 16 februari 2025 beberapa kamera drone terbang di sekitar tempat tinggal saya. Saya mencurigai mereka sedang pantau saya dan aktivitas karena di rumah karena hari Senin tanggal 17 Februari 2025 rencana aksi demo damai pelajar di Jayapura.
Kemudian hari Senin mereka lepas satu kamera drone terbang di sekitar rumah dan pintu masuk rumah orang baru berkeliaran dan satu mobil parkir.
Selain kemungkinan praktek Politik Panoptikon Papua sudah dijadikan wilayah darurat sipil dengan mendominasi aktivitas militer.
Dimana sebelum kepala daerah dipilih melalui pemilu intervensi militer sudah terjadi di Papua. Artinya bahwa orang-orang yang terpilih baru dilantik pun akan tunduk pada komando militer akan diawasi secara ketat.
Papua terancam pemerintahan sipil yang militeristik dan otoritarianisme dalam kepentingan neokolonialisme Pendudukkan dan Kolonialisme Ekploitasi.
Pemerintahan deportisme militeristik dan otoritarianisme melanggengkan kepentingan oligarki sudah terlihat jelas di Papua.
Pemerintahan Otoritarianisme ini tujuannya pertama kolonialisme Pendudukkan dan penguasaan wilayah dan mempertahankan dominasi kekuasaan Kolonialisme.
Berikutnya kolonialisme Eksploitasi sumber daya alam dikuasai negara dalam kendali militer. Perusahaan-perusahaan internasional maupun nasional baik pertambangan mineral batubara, energi minyak bumi dan perkebunan kelapa sawit dan pangan lainnya seperti jagung, padi dan tebu di Papua.
Untuk kepentingan ekonomi Indonesia maka negara akan merampas Sumber Daya Alam yang ada di Tanah hutan maupun dalam laut.
Inilah disebut dengan program hilirisasi dan program pembangunan strategi nasional PSN di Papua.
Ketika rakyat melawan dan memberontak atas tanah yang dirampas, hutan yang digundul dan kekayaan alam yang dirampok maka orang Papua akan berhadapan dengan tangan besi yaitu militer.
Dampak dari semua kepentingan nasional ini pelanggaran HAM akan semakin Masif, deforestasi hutan, merusak lingkungan.
Akibatnya orang Papua akan menghadapi genosida ekosida dan Etnosida secara sistematis masif.
Akibat dari rezim Prabowo Subianto Gibran Rakabumi Raka berwatak militeristik dan praktek pemerintahan Otoritarianisme ini juga akibatnya buruk dan terancam terhadap eksistensi orang asli Papua.
Demokrasi pun akan semakin dibungkam, ketidakadilan semakin Masif pelanggaran HAM serta imunitas akan terjadi secara masif dan struktural.
Papua secara tidak langsung diposisikan sebagai darah darurat sipil secara sistematis masif. Militer akan kendalikan dan mengontrol setiap aktivitas masyarakat termasuk elit politik Papua.
Kebebasan berekspresi akan dibungkam, keadilan hukum akan berangus dan sosial dikebiri nantinya.
Hal itu terlihat jelas saat aksi demo para pelajar Kepolisian sangat represif dan brutal melakukan penangkapan dan pemukulan.
Tuntutan para pelajar melakukan aksi demo damai dengan menolak makanan gratis dan meminta pendidikan gratis di Papua.
Tetapi pemerintah tidak peduli dan tidak merespon tuntutan para pelajar di Papua dengan serius.
Dimana juru bicara istana kepresidenan mengatakan program makan siang gratis di Papua berlanjut dan akan dikawal TNI/polisi di Papua. Kemudian presiden Prabowo Subianto mengatakan program makan siang gratis dilakukan di Papua dikawal TNI dan polisi.
Pemerintahan tidak merespon permintaan para pelajar di tentang pendidikan gratis, jangan di jakarta di Papua DPR Gubernur Bupati dan MPR tidak serius merespon tuntutan para pelajar.
Artinya pembagian makanan gratis hanya politik, pencitraan dan upaya membangun pendekatan persuasif untuk sukseskan program PSN dan hilirisasi di Papua.
Dalam kondisi seperti ini gubernur dan wakil gubernur bupati walikota dan DPR di Papua tidak berani melawan.
Apalagi saat ini mereka fokus bagaimana mereka bisa dilantik oleh presiden untuk memperoleh kekuasaan. Dalam posisi seperti ini mereka tidak berani apalagi setelah dilantik sedang mengikuti pelatihan sistem militer atau disiplin militer di Magelang.
Artinya setelah dilantik resmi sekalipun mereka tidak akan berani melawan jakarta karena mereka dikontrol militer.
Masa Depan Bangsa Papua benar -benar terancam akibat pemerintahan yang militeristik berwatak Kapitalis, Otoritarianisme dan dominasi pemerintahan Deportisme oligarki penguasa.
Indonesia Gelap Papua Gelap Gulita
#PapuaGelapGulita.
#PapuaTerancam
#Pengikut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar